Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

TAK CUKUP DENGAN BERKATA “JANGAN”


Kita sering mendengar orang mengatakan “jangan putus asa”, “jangan bersedih” atau “jangan nakal”. Sering juga dalam ceramah kita dengar “jangan berzina”, “jangan mencuri”, “jangan korupsi” dll. Sebetulnya perkataan ini terlalu menyederhanakan masalah. Orang tidak otomatis berhenti ketika dikatakan “jangan”.

Ada sih memang orang yang bisa memaksakan dirinya sendiri untuk berhenti melakukan sesuatu ketika dikatakan “jangan”. Sebagaimana juga ada orang yang bisa belajar sendiri (otodidak) dan mendisiplinkan diri sendiri tanpa ada bimbingan guru. Namun orang seperti ini dari seribu hanya ada satu. Kebanyakan orang, ya mesti disuruh-suruh, harus diberi pemahaman panjang lebar, harus diingatkan berulang kali, bahkan sebagian orang ada yang harus dihukum, diberi pelajaran agar bisa berubah.

Bagaimana orang mau berhenti korupsi jika kanan kiri atas bawah semua ramai-ramai korupsi, jika tidak ikutan korupsi akan tersisih bahkan bisa bisa digeser atau dipecat. Bagaimana mau “jangan berzina” jika istri di rumah tidak mempedulikan penampilannya, dan ala kadarnya dalam melayani suami, sedangkan di luaran sana berbagai pemandangan yang menggiurkan setiap saat terpampang. “Ya jangan terpengaruh! Jangan tergoda!” Nah. lagi lagi kita hanya bisa berkata “jangan “.

Jika semudah itu mengubah keadaan hanya dengan berkata “jangan” lalu sim salabim semua orang berubah jadi baik, maka semua orang bisa jadi pemerintah, semua orang bisa jadi pemimpin dan semua orang bisa jadi juru dakwah.

Kenyataannya sebagian besar orang butuh solusi kongkrit untuk bisa melakukan perubahan. Dan salah satu solusinya adalah memberikan subtitusi atau pengganti dari aktifitas yang “dilarang”.

Karena perbuatan yang dikatakan “jangan” itu sebagian merupakan perbuatan insting “manusiawi” dan hajat hidup kebanyakan orang. Bagaimana bisa dikatakan “jangan mencuri” sementara ketimpangan ekonomi di mana-mana. Buat makan saja orang susah. Sedangkan yang kaya semakin kaya dan praktek korupsi merajalela. Orang tidak peduli dengan orang lain, penguasa tidak berpihak pada rakyat kecil, maka oramh miskin semakin terjepit. Maka dalam kondisi seperti ini, diancam potong tangan pun atau bahkan diancam dilindas tank pun orang tetap nekat mencuri.

Bagaimana dikatakan “jangan berzina” jika setiap hari kita melihat di sekeliling kita wanita dengan busana yang menggiurkan, tontonan dimana-mana mengundang syahwat dan pergaulan di kantor atau di sekolah membuka peluang timbulnya hubungan yang terlarang. Karena kita sama-sama tahu bahwa ini memang kebutuhan manusiawi. Pada umur tertentu manusia akan mengalami kematangan seksual dan timbul dorongan ketertarikan dengan lawan jenis. Kebutuhan seksual juga mengalami siklus tertentu sehingga manusia juga butuh penyaluran.

Nah, jadi yang perlu dilakukan di sini tidaklah semudah berkata “jangan”. Tapi berikan solusi dan aktifitas pengganti untuk mengalihkan, atau salurkan pada tempat yang semestinya.

Jika seorang anak kecil bermain pisau, kita tahu itu berbahaya dan harus dilarang. Namun cara yang bijak bukanlah dengan merebut pisau itu dari anak kecil atau jika anak itu menangis tidak mau menyerahkan pisaunya, lalu kita ancam dan kita marahi. Melainkan cara yang bijak adalah dengan menawarinya untuk bermain mainan lain yang lebih menarik sehingga ia melupakan pisau tsb. Kenapa? Karena “bermain” adalah aktifitas yang manusiawi, dan memang umur segitu sedang ingin tahu apa saja.

Demikian juga seorang remaja yang telah mengalami kematangan seksual, maka wajar jika mulai timbul ketertarikan dengan lawan jenis. Namun karena secara sosial dan finansial ia belum mampu bertanggung jawab, maka harus diberi solusi dengan memberinya aktifitas olah raga, berorganisasi, disamping juga pembekalan pemahaman agama yang baik. Keingintahuan terhadap hal-hal seksual lebih baik diberi tahu langsung oleh orang tuanya, dengan pemahaman ilmiah serta cara berpikir yang panjang atas  konsekuensi dari tindakan-tindakan seksual. Tidak ada gunanya untuk menyembunyikan atau menutup akses informasi terhadap hal-hal seksual. Emangnya orang tua mau 24 jam mengawasi anaknya? Emangnya mau dipasangi satelit dan kamera cctv yang bisa mengikuti semua aktifitas anaknya??

Dalam jaman modern seperti sekarang ini, semua akses informasi bisa langsung menjangkau wilayah pribadi. Hal-hal yang terlarang bisa langsung masuk ke internet atau HP. Ujung-ujungnya semua kembali kepada pribadi dan prinsip hidup manusianya. Kalau dia mau rusak maka setiap saat terbentang luas jalan menuju kerusakan. Tidak perlu waktu lama untuk berbuat yang terlarang. Cukup kabur sebentar dari sekolah (untuk pelajar) atau keluar sebentar di sela-sela jam kantor (untuk yang sudah bekerja), maka semua hal terlarang bisa dilakukan tanpa ketahuan. Lalu kembali ke aktifitas semula dan kembali ke rumah sebagai sosok orang terhormat dan suci. Tak ada yang tahu kecuali Allah SWT.

Nah kalau sudah begini, apakah cukup berkata “jangan”??

Tidak cukup. Kita harus menyediakan solusi bagi mereka. Dan hal itu harus berangkat dari sikap untuk mau mendengarkan dan menerima hal-hal yang paling tabu sekalipun. Bicarakanlah secara terbuka, dan bersikap bijaklah untuk tidak meremehkan orang yang terjerumus ke dalam kesalahan apalagi mengutuk mereka. Berikan solusi yang bijak dan terkadang untuk menghilangkan suatu perbuatan buruk tidak bisa sekaligus, melainkan harus bertahap.

Sebagai contoh, orang yang terlibat narkoba, harus disembuhkan secara bertahap. Dicuci darah (detoksifikasi) dengan metoda tertentu. Nah dalam proses solusi bertahap itu terkadang kita harus ditolerir kesalahan itu sampai kadar tertentu. Misal dia masih menggunakan narkoba tapi dosisnya sedikit demi sedikit diturunkan sambil terus dicuci darah. Tapi apakah cukup begitu? Tidak. Karena ternyata orang yang narkoba mudah kembali lagi karena lingkungan dan suasana tertentu.

Ada yang hanya gara-gara dia mendengar lagu tertentu dia kembali terjerumus narkoba. Ternyata lagu itu adalah lagu kenangan dengan pacarnya dulu. Dan ketika mendengar lagu itu ia kembali sedih ditinggalkan pacarya dan kembali terjerumus narkoba. Ada juga yang kembali narkoba karena ia masih bergaul dengan teman-teman yang mengenalkannya pada narkoba. Nah kalau sudah begini, maka kita harus mengganti suasanannya, membuang hal-hal yang bisa membawa kembali memori untuk memakai narkoba. Kalau perlu dipindahkan tempat tinggalnya agar terputus hubungan dengan teman-temannya.

Itulah salah satu contoh bahwa jika kita benar-benar ingin berdakwah dan melakukan perubahan tidak cukup dengan berkata “jangan” melainkan, harus kongkrit menyediakan solusinya. Dan jangan heran jika terkadang dianggap aneh oleh kebanyakan orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar