Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

'Nikah Sirri'



Nikah sirri itu adalah nikah yang terpenuhi rukun2 nikah secara agama hanya saja tidak tercatat secara administratif oleh negara. Jika rukun2 nikahnya telah terpenuhi dengan benar, maka nikahnya sah di mata Allah. Sedangkan kumpul kebo dari kaca mata agama, adalah berkumpulnya dua insan yang bukan mahram dalam satu atap / satu rumah tanpa pernah melakukan ijab qabul pernikahan sama sekali atau mungkin saja mereka mengaku melakukan akad nikah namun akad nikah yang fasad seperti nikah mut’ah, tidak memakai wali atau tidak dipenuhi mahar dan saksi. Maka kumpul kebo tidak lain adalah zina.

Jika yakin telah pernah melakukan ijab qabul pernikahan, dengan dinikahkan oleh walinya si wanita atau wali hakim, dan dipenuhi rukun2 lainnya seperti mahar, 2 orang saksi (laki2) maka di mata Allah bukanlah zina dan bukan pula kumpul kebo. Di mata Allah, sah sebagai suami istri. Namun orang di sekitar dan masyarakat siapa yang tahu kalau mereka berdua sudah menikah?

jaman Rasulullah memang  tidak  ada administratif pencatatan nikah. Karena Rasulullah adalah juga kepala negara . Beliau berhak menikahkan dan menceraikan. Jika ada masalah dalam perkawinan, maka orang akan mendatangi Rasulullah untuk meminta keputusan hukum.

Namun perlu dipahami bahwa penduduk Madinah ketika itu tidak sampai 1.000 orang dan satu sama lain saling mengenal. Jika ada yang menikah, orang pasti tahu dan jika ada yang bercerai orang pun tahu. Ada kalanya mereka  cukup menceritakan saja kepada Rasulullah bahwa si Fulan telah menikah dengan Fulanah.

Oleh karena itu dalam beberapa kasus, Rasulullah pun tidak tahu jika sesorang telah menikah. Seperti pernikahan Abdurrahman bin Auf. Maka agar masyarakat tahu bahwa seseorang telah menikah, Rasulullah menyuruh umatnya untuk melakukan walimatul nikah (merayakan pernikahan) walauapun hanya dengan hidangan seekora kambing, agar khalayak tahu.

Anas bin Malik ra. bahwa: Nabi saw. melihat pada salah satu bagian tubuh Abdurrahman bin Auf terdapat warna bekas wewangian pengantin. Rasulullah saw. bertanya: Apa ini? Abdurrahman menjawab: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru saja menikahi seorang wanita dengan maskawin sebanyak lima dirham emas. Mendengar itu Rasulullah saw. lalu bersabda: Kalau begitu segera adakan walimah (pesta) walau hanya dengan memotong seekor kambing (H.R. Bukhari)

Demikianlah walaupun menikah secara siri itu sah secara agama, namun tetap disyaratkan untuk menghindari fitnah, agar diramaikan, minimal mengundang sanak saudara dan tetangga dekat agar mereka tahu bahwa kita telah menikah. Tidak dibenarkan nikah siri lalu juga dirahasiakan maka jangan salahkan masyarakat jika mereka tidak tahu dan menyangka anda telah melakukan kumpul kebo.

Adapun untuk menjelaskan nikash siri VS nikah yang tercatat resmi dalam administrasi negara (alias memiliki buku nikah) maka untuk memudahkan pemahaman saya memakai contoh kasus lain.

Misalnya suatu hari teman Anda datang meminjam uang, Anda telah memberikan uangnya dan telah melakukan menerima ucapan ijab qabul teman Anda bahwa ia menyatakan berhutang. Maka mulai detik itu di mata Allah teman Anda telah berhutang. Namun Anda berdua melakukan transaksi hutang piutang tanpa memakai kwitansi dan tanpa perjanjian di hadapan notaris.

Pada hari yang dijanjikan, ternyata teman Anda tidak mengembalikan hutangnya, dan bahkan rumahnya telah pindah dan kabur entah kemana. Anda tidak bisa menuntut di pengadilan atau melapor ke polisi karena tidak ada bukti. Karena secara administrasi hukum positif (hukum manusia) Anda tidak terbukti memberikan hutang pada dia. Kalaupun ada bukti transfer tidak terbukti statusnya sebagai hutang, bisa saja uang itu memang Anda berikan sebagai hadiah.

Dalam kasus di atas secara agama dan dimata Allah sampai hari kiamat pun, dan diakhirat nanti teman Anda itu tetap berhutang dan Anda sebagai pihak yang menghutangi dia. Insya Allah hutang itu tetap di tagih di Mahkamah Allah kelak. Namun di dunia dan dalam urusan dengan manusia di dunia, Anda harus menerima dan mengikhlaskan uang itu hilang.

Demikian pula sama hal nya dengan nikah siri, secara agama dan di mata Allah kedua manusia itu telah sah sebagai suami istri dan tidak berzina. Namun kalian hidup di dunia dan berurusan dengan sesama manusia. Maka sepanjang nikah siri tidak ada apa-apa ya tidak apa-apa. Namun suatu ketika nanti jika terjadi penyimpangan agama maupun kezhaliman, siapa yang bisa menyelesaikan? 

Misalnya si wanita diceraikan oleh suaminya, namun tidak dikembalikan maharnya, atau suaminya tidak memberi nafkah sekian lama, sedangkan diceraikan juga tidak. Demikian pula ketika anaknya butuh mengurus akta kelahiran untuk sekolah, atau ketika suaminya meninggal dan istrinya dan anaknya berhak mendapatkan harta warisan, namun tidak ada yang tahu bahwa mereka sudah menikah dan sudah punya anak. Dan banyak kerepotan lain terkait muamalah dengan sesama manusia. Jika masing2 pihak sadar dengan resiko dan kerepotan ini kemudian rela atau bersedia menerima saja jika terjadi kesulitan, ya itu terserah pada masing2 pribadi yang menjalaninya.   

Wallahualam.

1 komentar: