Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

'Manajemen POLIGAMI' (bag.2)


A. POLIGAMI HARUS DENGAN KESIAPAN ISTRI

Bisa jadi adalah sesuai perkataan Nabi sendiri, bahwa mengguncang Fatimah sama saja dengan mengguncang Rasul. Menyakiti hati fatimah sama saja menyakiti rasulullah. Beliau mencintai putrinya dan tidak ingin membiarkan keguncangan (apapun yg bisa beliau cegah, termasuk poligami) menyusahkan putrinya itu. Rasulullah pastilah sangat mengenal putrinya, tahu apa yg sanggup menguatkannya dan apa yg mengguncangkannya. Orangtua selalu lebih tahu tentang anaknya daripada orang lain.

Kalau Abu Bakar melepaskan putrinya Aisyah menjadi istri ke-sekian Nabi, maka itu adalah hak Abu Bakar karena ia mengenal putrinya itu. Tapi kalau Rasulullah melarang putrinya di poligami, hadis itu memberi pelajaran, bahwa seorang ayah bisa saja melepas putrinya dipoligami tapi bisa juga ia mencegahnya.

Selain itu penolakan Fatimah untuk dipoligami adalah memang karena Fatimah tidak siap dipoligami. Kesiapan setiap perempuan berbeda-beda. Dan seorang laki-laki tidak bisa menyamaratakan semua perempuan. Sebagaimana diisyaratkan dalam riwayat berikut ini:

Ibn Sa‘ad (168 H/764 M–230 H/845 M) dalam kitabnya, Al-Thabaqât Al-Kabîr, mencatat dialog menarik berikut ini: Amrah binti Abdurrahman berkata, “Rasulullah ditanya, ‘Rasulullah, mengapa engkau tidak menikahi perempuan dari kaum Anshar? Beberapa di antara mereka cantik-cantik.’ 
Rasulullah menjawab, ‘Mereka perempuan-perempuan yang mempunyai kecemburuan yang besar yang tidak akan bersabar dengan madunya. Aku mempunyai beberapa istri, dan aku tidak suka menyakiti kaum perempuan berkenaan dengan hal itu.’”

Kesiapan mental setiap perempuan berbeda-beda dan kebiasaan setiap bangsa berbeda-beda. Kultur di Mekah berbeda dengan di Madinah. Di Mekah kaum lelakinya biasa menundukkan istrinya sedangkan di Madinah kaum wanitanya lebih berani melawan suami. Hal ini diriwayatkan oleh Umar bin Khattab :
Dari Abdullah bin Abbas r.a. Umar bin Khattab r.a. berkata : Kami bangsa Quraisy biasa menundukkan isteri tetapi sesudah kami hijrah ke Madinah kami lihat sahabat Anshar kalah dengan istrinya sehingga isteri-isteri kami meniru sifat-sifat wanita Anshar (H.R. Bukhari Muslim dalam Alu’lu wal Marhan Jilid I No. 945).

Karena itu, suami bijak yang ingin meneladani Nabi tidak akan memaksakan kehendaknya untuk berpoligami jika istrinya tidak siap dan sabar dimadu serta sangat pencemburu. Sebab, Nabi pun tidak suka menyakiti perasaan perempuan dalam hal ini. Memaksakan poligami terhadap istri yang tidak sanggup dimadu hanya akan menimbulkan gejolak yang tidak perlu dalam kehidupan berumah tangga. Ini tentunya menyalahi tujuan perkawinan sebagaimana diajarkan Allah:


B. HAK BERCERAI APABILA ISTERI TIDAK MAU DIPOLIGAMI 

'Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan' (Q.S. At-Tahrim [66] : 5).

Aisyah r.a. berkata : ketika Nabi SAW diperintah untuk menawarkan kepada isteri-isterinya maka beliau memulai dengan aku (Asiyah) lalu bersabda kepadaku : “Aku akan menerangan kepadamu satu hal maka jangan kamu memutuskannya sehingga bermusyawarah dengan ayah bundamu. Padahal Nabi SAW telah mengetahui bahwa kedua ayah bundaku tidak menyetujui aku bercerai dengan Nabi  SAW, kemudian bersabda : Allah yang Maha Besar karuniaNya berfirman : “Hai Nabi tanyakan kepada isteri-isterimu jika kalian benar-benar ingin kemewahan hidup di dunia maka silahkan akan kami ceraikan dengan perceraian yang baik dan jika kalian tetap mengutamakan ridha Allah dan RasulNya serta hari kemudian, maka Allah telah menyediakan untuk yang berbuat baik dari kalian, pahala yang sangat besar (Q.S. Al-Ahzab 28-29).

Aisyah bertanya : Apakah dalam soal ini aku harus bermusyawarah dengan ayah bundaku? Sungguh aku pilih Allah dan Rasulullah dan hari kemudian”, maka Aisyah berkata :  “Dan demikian semua isteri-isteri Nabi telah memutuskan utk memilih tetap pada Allah, Rasulullah dan Akhirat” (H.R. Bukhari Muslim)



C. KEADILAN DALAM POLIGAMI BUKAN DALAM MASALAH NAFKAH

Dari Hamdah bin Salamah dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abdullah bin Yazid dari Aisyah berkata : 'Rasulullah membuat pembagian di antara istri-istrinya lalu berdoa : Ya Allah inilah perbuatanku menurut apa yang aku miliki dan mampu aku lakukan, maka janganlah Engkau mencelaku tentang apa yang Engkau miliki  sedangkan aku tidak memiliki dan tak mampu melakukan' (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).



D. MASALAH PENGGILIRAN MALAM DI ANTARA ISTRI ISTRI

Dari Anas berkata : Nabi SAW memiliki sembilan istri. Apabila beliau menggilir (pada salah seorang istri) maka mereka semua akan kebagian. Setiap malam mereka berkumpul di rumah istri yang akan beliau datangi (mendapat giliran) (H.R. Muslim)


E. MASALAH TEMPAT TINGGAL PARA ISTRI

Dari Anas berkata : Nabi SAW memiliki sembilan istri. Apabila beliau menggilir (pada salah seorang istri) maka mereka semua akan kebagian. Setiap malam mereka berkumpul di rumah istri yang akan beliau datangi (mendapat giliran) (H.R. Muslim).

Dari hadits di atas kita tahu bahwa sunnah Nabi mengisyaratkan bahwa setiap istri mendapatkan rumah tersendiri. Maka tidak benarlah gambaran sebagian orang yang menyatukan semua istri dalam satu rumah dan hanya memisahkan dengan kamar-kamar saja. Selain itu, antara rumah istri yang satu dengan istri yang lainnya adalah saling berdekatan dan tidak berdomisili di kota yang berjauhan. Sehingga hal ini lebih menjamin terlaksananya keadilan dalam penggiliran.

Pada masa kini kita jumpai sebagian orang memiliki istri yang berdomisili di kota yang berbeda bahkan sangat jauh (misalnya istri yang pertama ada di Malaysia sedangkan istri kedua berada di Indonesia). Jika Anda memiliki istri yang terpisah jauh seperti ini, dituntut kemampuan fisik dan finansial yang luar biasa, karena untuk menjalankan keadilan dalam penggiliran istri tersebut Anda harus sering bepergian ke luar negeri entah seminggu sekali, beberapa minggu sekali atau sebulan sekali.


F. MASALAH MENGAJAK ISTRI KETIKA BEPERGIAN

Dari  Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah saw. apabila hendak melakukan perjalanan, beliau selalu mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu keluarlah undian tersebut untuk Aisyah dan Hafshah sehingga mereka berdua berangkat bersama Rasulullah saw. Dan pada malam hari, Rasulullah saw. berjalan bersama Aisyah untuk bercakap-cakap dengannya. Suatu kali berkatalah Hafshah kepada Aisyah: Maukah kamu malam ini menunggangi untaku dan aku menunggangi untamu sehingga kamu dapat melihat begitu juga aku. 
Aisyah menjawab: Baiklah. Maka Aisyah lalu menunggangi unta milik Hafshah dan Hafshah menunggangi unta Aisyah. Lalu datanglah Rasulullah saw. menghampiri unta milik Aisyah yang ditunggangi oleh Hafshah kemudian mengucapkan salam dan berjalan bersamanya sampai mereka turun berhenti. Tiba-tiba Aisyah merasa kehilangan Rasulullah dan merasa cemburu. Ketika mereka turun berhenti, mulailah Aisyah menendangkan kakinya ke tumbuh-tumbuhan izkhir yang harum baunya sambil berkata: Ya Tuhanku! Semoga ada kalajengking atau ular yang menggigitku sedang aku tidak dapat mengatakan sesuatu apapun kepada rasul-Mu. (H.R. Muslim No.4477)


G. FITRAH WANITA MENGINGINKAN SUAMI UNTUK DIRINYA SENDIRI SAJA

Dari Mu’adzah dari A’isyah r.a. berkata : Sesudah turunnya ayat Al-Ahzab : 51 yang berbunyi : Engkau boleh menangguhkan siapa yang engkau suka (untuk menggaulinya / berhubungan badan) atau menggauli siapa saja yang engkau kehendaki (di antara isteri-isterimu), juga kepada siapa yang engkau inginkan dari isteri yang telah engkau tinggalkan, maka semua itu tidak berdosa bagimu. Maka Nabi SAW minta izin kepada kami jika bertepatan dengan malamnya (gilirannya). 
Mu’adzah bertanya : Lalu Anda berkata apa?” Jawab A’isyah : “Aku berkata kepada Nabi SAW : Jika soal itu terserah kepadaku ya Rasulullah, maka aku tidak memilih (mengutakamakan) orang lain dari padamu (Yaitu aku akan memonopoli sendiri) (H.R. Bukhari Muslim).

1. Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.

2. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Sayidatina ‘Aisyah menceritakan ‘Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga.

3. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudah selesai shalat.’

4. Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda teramat lapar waktu itu.. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada kerana Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, ‘Belum ada sarapan ya Khumaira?’ (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang bererti ‘Wahai yang kemerah-merahan’) Aisyah menjawab dengan agak serba salah, ‘Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.’ Rasulullah lantas berkata, ‘Jika begitu aku puasa saja hari ini.’ tanpa sedikit tergambar rasa kesal di raut wajah baginda.

5. Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami sedang memukul isterinya. Rasulullah menegur, ‘Mengapa engkau memukul isterimu?’ Lantas dijawab dengan agak gementar, ‘Isteriku sangat keras kepala! Sudah diberi nasihat dia tetap begitu juga, jadi aku pukul lah dia.’ ‘Aku tidak menanyakan alasanmu,’. sahut Nabi s. a.. w. ‘Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu kepada anak-anakmu?’

6. Pernah baginda bersabda, ’sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik, kasih dan lemah lembut terhadap isterinya.’ Prihatin, sabar dan rendah hati baginda dalam menjadi ketua keluarga langsung tidak sedikitpun menurunkan kedudukannya sebagai pemimpin umat..Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan yang sudah melekat dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa kesombongan.

7. Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH langsung tidak dijadikan sebab untuknya merasa lebih dari yang lain, ketika di depan ramai maupun dalam kesendiriannya.

8. Pintu Syurga telah terbuka seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih lagi berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah hinggakan pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.

9. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Bila ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah, ‘Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?’ Jawab baginda dengan lunak, ‘Ya ‘Aisyah, apakah aku tak boleh menjadi hamba-Nya yang bersyukur.’


H. PENDIDIKAN UNTUK ANAK DALAM POLIGAMI

Praktik pendidikan Rasulullah pada anak-anak dapat di gambarkan di bawah ini:


1. Rasulullah senang bermain-main (menghibur) dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).”merekapun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.

2. Ketika ja’far bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam peperangan mut’ah, Rasulullah sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah ja’far dan menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anaknya dan memakaikan bajunya. Beliau berkata, “Suruh kemarilah anak-anak ja’far. Ketika mereka dating, beliau menciuminya. Sambil meneteskan air mata. Asma bertanya kepada beliau karena telah mengetahui ada musibah yang menimpanya.

3. “Wahai rasulullah, apa gerangan yang menyebabkan anda menangis? Apakah sudah ada beritayang sampai kepada anda mengenai suamiku Ja’far dan kawan-kawanya?” Beliau menjawab, “Ya benar, mereka hari di timpa musibah.” Air mata beliau mengalir dengan deras. Asma pun menjerit sehingga orang-orang perempuan berkumpul mengerumuninya. Kemudian Rasulullah kembali kepada keluarganya dan beliau bersabda, “janganlah kalian melupakan keluarga ja’far, buatlah makanan untuk mereka, kerena sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi musibah kematian ja’far.”

4. Ketika Rasulullah melihat anak Zaid menghampirinya, beliau memegang kedua bahunya kemudian menagis. Sebagian sahabat merasa heran karena beliau menangisi orang yang mati syahid di peperangan Mut’ah. Lalu Rasulullah pun menjelaskan kepada mereka bahwa sesungguhnya ini adalah air mata seorang kawan yang kehilangan kawannya.

5. Al-Aqraa bin harits melihat V mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan di sayangi.”

6. Seorang anak kecil dibawa kepada Rasulullah supaya di doakan dimohonkan berkah dan di beri nama. Anak-anak tersebut di pangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, “jangan di putuskan anak yang sedang kencing, buarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.”
Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.


7. Ummu Kholid binti kho;id bin sa’ad Al-Amawiyah berkata, “Aku beserta ayahku menghadap Rasululloh dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Rasulullah. ayahku membentakku, maka beliau berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian beliau pun berkata kepadaku, “bermainlah sepuas hatimu, Nak!

8. Dari Anas, diriwayatkan bahwa Rasulullah selalu bergaul dengan kami. Beliau berkata kepada saudara lelakiku yang kecil, “Wahai Abu Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung kecil).”

9. Rasulullah melakukan shalat, sedangkan Umamah binti zainab di letakkan di leher beliau. Di kala beliau sujud, Umamah tersebut di letakkanya dan bila berdiri di letakkan lagi dil leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu Ash bin Rabigh bin Abdusysyam .

10. Riwayat yang lebih masyhur menyebutkan, Rasulullah perna lama sekali sujud. dalam shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda lama sekali sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau anda sedang menerima wahyu. Rasulullah menjawab, “Tidak ada apa-apa, tetaplah aku di tunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesah-gesah sampai dia puas.” Adapun anak yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain Radhiyallahu Anhu.

11. Ketika Rasulullah melewati rumah putrinya, yaitu sayyidah fatimah r.a., beliau mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau berkata kepada Fatimah, “Apakah engkau belum mengerti bahwa menangisnya anak itu menggangguku.” Lalu beliau memangku Al-Husain di atas lehernya dan berkata, Ya Allah, sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah dia.
Ketika Rasulullah SAW. sedang berada di atas mimbar, Al-Hasan tergelincir. Lalu beliau turun dari mimbar dan membawa anak tersebut.


12. Rasulullah sering bermain-main dngan Zainab binti Ummu Salamah r.a. beliau memanggilnya, “Hai Zuwainib, hai Zuwainib berulang-rulang.”

13. Nabi Muhammad SAW. sering berkunjung ke rumah para sahabat Anshar dan memberi salam pada anak-anaknya serta mengusap kepala mereka.

14. Diriwayatkan, pada suatu hari raya Rasulullah SAW. keluar rumah untuk menunaikan shalat ID. Di tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil sedang berman dengan gembira sambil tertawa-tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada salah seorang yang sedang duduk menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu. Bajunya kompang-kamping dan kakinya tiada bersandal. Rasulullah SAW, pun mendekatinya , lalu di usap-usap anak itu mendekapya ke dadabeliau seraya bertanya, “mengapa kau menangis, Nak .” Anak itu hanya menjawab, “biarkanlah aku sendiri.” Anak itu belum tahu bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW. yang terkenal sebagai pengasih. “Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi,” lanjut anak itu. “Lalu ibuku kawih lagi. Hartaku habis di makan suami ibuku, lalu aku di usir dari rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih meihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.l”

Baginda Rasulullah SAW. lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?” Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara. Maka langsung ia berkata, “mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?” kemudian, Rasulullah SAW, pun membawa anak itu ke rumah beliau, dan di berinya pakaian yang paling indah, memandikannya, dan memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajak makan.


Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu bertanya, “Tadi kamu menagis, mengapa sekarang bergembira?” jawab anak itu, tadi aku kelaparan, sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai pakaian, sekarang aku mempunyainya, tadi aku tak punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan ibuku Aisyah.” Anak-anak lain bergumam, Wah, andaikan bapak kita mati dalam perang.” Hari-hari berikutnya, anak itu tetap di pelihara oleh Rasulullah SAW. hingga beliau wafat.



Barakallahufiikum.

Bersambung bag.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar