Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

'Minta Izin dalam Menikahkan Wanita'



Imam Bukhari membuat bab dalam kitab shahihnya: “Bab:Tidak boleh seorang ayah atau wali lainnya menikahkan gadis dan janda kecuali dengan keridhaannya." 

Kemudian Imam Bukhari berkata, “Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Fadlalah, dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abi Salamah, bahwasanya Abu Hurairah mengkabarkan kepada mereka tentang sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam :
“Tidak boleh menikahkan seorang janda sampai dia diajak musyawarah (diminta pendapat) dan tidak boleh menikahkan seorang gadis sampai dimintai izinnya.”

Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya seorang gadis? Beliau berkata, “Dengan diamnya."

Aisyah radiyallahu ‘anha berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah tentang seorang gadis yang dinikahkan keluarganya, apakah dia dimintai pendapat atau tidak? Maka Rasulullah  bersabda: “Ya, dia dimintai pendapatnya." Aisyah berkata, “Gadis itu biasanya malu." Rasulullah bersabda, “Yang demikian itu adalah izinnya bila dia diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Abbas berkata bahwasanya Nabi Saw berkata :
“Janda itu lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya. Dan gadis itu diminta pendapat jika hendak dinikahkan, dan izinnya adalah dengan diam.

Aisyah radiyallahu ‘anha mengkhabarkan dari Nabi tentang sabda beliau, “Mintalah pendapat wanita pada
sikap malu-malu mereka. Maka dikatakan, “Gadis itu biasanya malu dan diam. Lalu rasul bersabda, “Itulah izinnya." (HR. An Nasaa’i dengan sanad Shahih)

Menolak Nikah Paksa

Imam Bukhari membuat bab
tersendiri  tentang hal ini dalam shahihnya: “apabila seorang wanita dinikahkan oleh walinya dalam keadaan dia tidak suka, maka nikahnya itu tertolak. Kemudian beliau berkata, telah menceritakan kepada kami Ismail, dia berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abdurrahman ibnul Qasim dari bapaknya dari Abdurrahman dan Mujamma’, keduanya putra Yazid bin Jariyah,dari Khansa’ bintu Khidam Al Anshariyah. Khansa yang telah menjanda ini dinikahkan oleh ayahnya, namun dia tidak suka dengan pernikahan tersebut, maka dia mendatangi Rasulullah mengajukan perkaranya, Rasulullah pun menolak pernikahan tersebut.

Abu Buraidah mengkhabarkan dari ayahnya yang bertutur, Telah datang seorang pemudi menemui
Rasulullah lalu ia mengadu, “Ayahku telah menikahkan aku dengan putera saudaranya untuk mengangkat kemiskinan dan kerendahan yang ada padanya. Maka Rasulullahpun menyerahkan perkara itu kepada wanita itu, bila dia mau dia lanjutkan, bila tidak, maka dia bisa menolak pernikahan itu. Maka wanita tadi berkata, “Sungguh aku telah membolehkan ayahku terhadap apa yang dia perbuat, akan tetapi aku ingin kaum wanita itu tahu bahwasanya ayah-ayah mereka tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun dalam urusan pernikahan mereka." (HR. Ibnu Majah dengan sanad shahih)

Menawarkan Wanita Kepada Orang Yang Baik

Imam Bukhari membuat bab dalam Shahihnya “Bab
tentang Seseorang yg menawarkan putrinya atau saudara perempuannya kepada laki-laki yang baik.”

Beliau berkata, Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdillah, dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Saad dari Shalih bin Kisan dari Ibnu Syihab, dia mengatakan, Telah mengkabarkan kepadaku Salim bin Abdillah bahwasanya Abdullah bin Umar menyampaikan hadits tentang Umar Ibnul Khaththab, ketika Hafshah menjanda karena meninggalnya suaminya Khunais bin Hudzafah As Sahmi, salah seorang sahabat Rasulullah yang meninggal di Madinah.
Umar ibnul Khaththab bertutur : “Aku mendatangi Utsman bin Affan untuk menawarkan Hafshah kepadanya. Utsman berkata, “Aku akan melihat perkaraku.” Umar berkata, “Aku pun menunggu beberapa malam. Kemudian Utsman menjumpaiku seraya berkata, “Tampak bagiku sepertinya aku tidak akan menikah dulu pada hari-hariku ini.” Umar berkata, “Lalu aku menjumpai Abu Bakr dengan menyatakan, “Kalau engkau mau, aku nikahkan engkau dengan Hafshah bintu Umar.”
Maka Abu Bakar diam tidak memberikan jawaban apapun. Aku mendapatkan diriku lebih marah kepada Abu Bakar daripada kepada Utsman. Aku diam beberapa malam menunggu, ternyata Rasulullah melamar Hafshah, maka aku nikahkan Hafshah dengan Rasulullah.
Lalu Abu Bakar As Shiddiq menjumpaiku dengan berkata, “Mungkin engkau akan marah kepadaku ketika engkau tawarkan Hafshah aku tidak menjawab apa yang engkau tawarkan kecuali karena aku tahu bahwasanya Rasulullah menyebut-nyebut Hafshah dan aku tidak suka menyebarkan rahasia beliau. Seandainya Rasulullah meninggalkan keinginan untuk menikahi Hafshah, maka aku akan menerima Hafshah.”

Imam Bukhari juga meriwayatkan dalam Shahihnya (No 5107) dari hadits Ummu Habibah, dia berkata, “Ya Rasulullah, nikahilah saudara perempuanku, putrinya Abu Sufyan.” Maka Rasulullah berkata, “Apakah engkau menyukai hal itu?” Aku katakan, “Iya. Bukan maksudku ingin menjauh darimu. Namun aku suka agar saudara perempuanku menyertaiku dalam kebaikan.”
Rasulullah bersabda, “Yang demikian itu tidak halal bagiku.”
Maka aku katakan, “Ya Rasulullah, demi Allah kami berbicara bahwasanya engkau ingin menikahi Durrah bintu Abi Salamah” Rasulullah bertanya, “Putrinya Ummu Salamah?” Aku katakan, “Ya.” Beliau bersabda, “Demi Allah, seandaimya pun Durrah itu tidak dalam pemeliharaanku, maka dia tidak halal bagiku karena dia putra saudaraku sepersusuan. Aku dan Abu Salamah pernah disusui oleh Tsuwaibah. Janganlah kalian tawarkan kepadaku putri-putri kalian dan saudara-saudara perempuan kalian.”

Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya (No. 1446) dari
sayyidina Ali , dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau memilih wanita dari kalangan Quraisy dan meninggalkan wanita kita?” Kata Rasulullah, “Apakah di sisi kalian ada wanita yang bisa aku nikahi?” Aku katakan, “Ya, putrinya Hamzah.” Rasulullah bersabda, “Ia tidak halal bagiku karena ia putri saudara sepersusuan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar