Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

Amalan Badan dan Amalan Hati



Suatu hari dalam sebuah perdebatan ada orang yang bilang bahwa apa gunanya shalat kalau hatinya tidak bersih? Mendingan juga gue, ga sholat tapi ga pernah nipu, ga pernah korupsi. Apa gunanya berjilbab kalau masih suka ghibah? Mendingan dia tidak berjilbab tapi hatinya bersih, ga pernah ngomongin aib orang. Apa juga gunanya jilbab klau masih pacaran..?? de el el…

Sebenarnya dua-duanya salah. Yang menjalani STMJ (Sholat Tekun, Maksiat Jalan) itu juga salah. Yang pakai jilbab tapi masih suka ngomongin orang juga salah. Sedangkan orang yang berdalih bahwa yang penting adalah hatinya, juga sebenarnya mencoba melegitimasi kemalasannya dalam beribadah atau keengganannya untuk taat pada aturan Allah dengan berlindung dengan alasan mengutamakan amalan hati.

Dalam Al-Qur’an ada diceritakan mengenai orang Arab Badui yang ikut-ikutan kaumnya yang sebagian telah memeluk Islam.

Orang-orang Arab Badui itu berkata : Kami telah beriman, Katakanlah (pada mereka) : Kamu belum beriman, namun katakanlah kamu telah Islam, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (Q.S. Al-Hujuraat [49] : 14)

Dari ayat di atas, kita tahu bahwa kita memang sudah Islam tapi belum tentu kita telah beriman. Apa bedanya Islam dan Iman? Jawabannya : Iman itu adalah amalan hati sedangkan Islam adalah amalan badan. Untuk memahami hal ini mari kita simak ayat berikut ini :

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. "(Q.S. Al-Baqarah: [2} : 177)

Pada ayat di atas kalimat "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan mengisyaratkan gerakan fisik / amalan badan semata. Orang shalat menghadap kiblat lalu melakukan gerakan fisik seperti ruku dan sujud dst. Namun bukan itu hakikat yang diinginkan oleh Allah

Yang diinginkan oleh Allah adalah keyakinan pada Allah, hari kiamat, iman kepada malaikat dan kitab-kitabNya serta Nabinya. Barulah dari keyakinan yang terhunjam dalam dada itu terwujud dalam amal nyata secara fisik / amalan badaniyah diantaranya berupa menafkahkan harta, membantu fakir miskin dan orang yang minta2, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji, dan bersabar. Mereka itulah orang yang benar imannya.

Hal yang senada kita lihat pada hadits yang menceritakan Malaikat Jibril ketika datang mengajari Rasulullah tentang Islam, Iman dan Ihsan sbb:

Dari Abu hurairah r.a. ketika suatuhari Nabi SAW duduk bersama sahabat tiba-tiba datang seseorang bertanya : Apakah Iman? Jawab Nabi SAW : Iman ialah percaya pada Allah dan malaikatNya, dan akan berjumpa dengan Allah dan percaya pada Nabi utusannyaNya dan percaya pada hari berbangkit dan kibur. Lalu ditanya : Apakah Islam? Jawab Nabi SAW : Islam adalah menyembah Alalh dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun, dan mendirikan sholat. Lalu ditanya : Apakah Ihsan? Jawab Nabi SAW : Ihsan ialah menyembah Allah seakan-akan Anda melihatNya, maka jika tidak dapat melihatNya, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah melihatmu” (H.R. Bukhari Muslim)

Dari ayat dan hadits di atas, kita semakin paham bahwa Islam adalah meliputi ibadah-ibadah ritual seperti shalat, puasa, zakat dll yang merupakan amalan badan. Namun amalan badan ini harus dilandasi oleh kepahaman aqidah yang menghunjam dalam dada.

Islam itu tampak nyata, sedangkan iman itu (letakknya) di dalam hati (H.R. Ahmad, Abu Ya’la & Al Bazzar)

Maka Allah tahu mana yang amalan badan nya itu hanyalah sekadar gerakan fisik semata tanpa dilandasi keyakinan yang benar. Seolah ibadah-ibadah itu hanyalah gerakan mati tanpa ruh, atau  tradisi budaya saja atau ikut-ikutan saja dengan apa yang dilakukan orang lain.

Di antara manusia ada yang mengatakan Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta (Q.S. Al-Baqarah [2] : 8-10)

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlashkan ketaatan kepada diinNya dalam menjalankan agama dengan lurus (Q.S. Al Bayyinah [98] : 5)


IMAN ITU LETAKNYA DI HATI

Untuk lebih memahami apa bedanya orang yang hanya melakukan amalan badaniyyah saja tanpa dilandasi aqidah yang benar, perumpamaannya adalah seperti ini :

Jika ada seseorang yang terus menerus berkata kepada Anda “Aku percaya kepadamu” namun kenyataannya ia percaya pada orang lain. Atau ada orang yang terus menerus mengatakan pada Anda “Aku minta tolong kepadamu”  namun ia justru mendatangi teman Anda untuk minta tolong, atau ia berkata “Aku yakin dengan kekuatanmu, dan aku berlindung kepadamu” namun kenyataannya ia gemetar dan tidak yakin bahwa Anda bisa menolongnya. Pastilah Anda akan jengkel dengan orang seperti ini dan menganggap ia melecehkan Anda.

Demikianlah ketika 17X sehari (jumlah total rokaat sholat dalam sehari) Anda mengatakan iyya kana’budu (hanya kepadaMu lah aku mengabdi) namu kenyataannya Anda mengabdi pada harta, mengabdi pada kekuasaan, Anda mengabdi pada materialisme, atau Anda mengabdi pada hawa nafsu, maka tentu saja itu hanya perbuatan badani yg kosong dari iman.

Demikian pula jika 17X sehari Anda mengatakan “wa iyya kaanasta’iin” (hanya kepadaMu lah aku memohon pertolongan) namun kenyataannya Anda tidak yakin Allah akan menolong Anda, Anda tidak yakin Allah akan memberi jalan keluar, dan Anda mulai meragukan doa Anda terkabul, Anda malah meminta tolong kepada jin dengan mendatangi peramal dan dukun, maka tentu saja ini sebuah penghinaan.

“Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa (Q.S. Yunus [10] : 62-63)

Lihatlah bagaimana ayat di atas menjelaskan siapaka orang yang beriman itu? Iman itu di letaknya di hati, maka perkataan “tidak ada kekhawatiran dan tidak pula bersedih hati “ adalah suasana hati orang yang beriman.

Namun di sisi lain, dikatakan wajah adalah jendela hati. Maka suasana hati ini muaranya akan memancar dalam sikap dan perbuatan, yaitu tidak nampak rasa khawatir dan sedih dalam ekspresi wajahnya walaupun didera oleh ujian dan cobaan yang berat.

Inilah yang sering terjadi kesalahpahaman. Kita sering mendengar bahwa kita diminta bersikap positive thinking. Namun jika pada dasarnya suasana hati kita gundah, tidak yakin, risau, maka memaksakan adanya positive thinking hanyalah usaha indoktrinasi diri. Maka yang terjadi adalah usaha menipu diri sendiri dan karenanya kita justru bertambah stress karena apa yang kita pikirkan tidak sama dengan yang kita rasakan. Yang benar adalah kita diminta untuk memiliki suasana hati yang positif (positive feeling) dan bukannya positive thinking. Inilah yang dimaksud dengan iman. Inilah yang dimaksud dengan aqidah.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Allah Taala berfirman:  Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jemaah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (Hadits Qudsi  Riwayat Muslim No.4832)

Berbaik sangka terhadap Allah termasuk ibadah yang baik. (HR. Abu Dawud)

Dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka (Q.S. Al-Ahzab [33] : 10)


IMAN ITU YAKIN SEYAKIN YAKINNYA WALAUPUN OTAK TAK MENCAPAINYA

Iman itu adalah yakin seyakin yakin nya sebagaimana Anda yakin besok matahari pasti akan terbit dari Timur dan Anda pasti akan menjumpainya akan melihatnya, akan membuktikannya sendiri esok hari. Iman itu adalah keyakinan yang dalam walaupun hal itu tak terjangkau oleh otak (tidak logis).

Sebagaimana Dzun Nun (Nabi Yunus) yang ditelan ikan paus, secara logika biasa tak ada jalan keluar dan ia pasti akan dilumat dan dicerna di dalam perut ikan. Namun ia segera bertaubat dan berdoa dengan keyakinan penuh bahwa ia akan ditolong Allah keluar dari musibah ini.

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman (Q.S. Al-Anbiya [21] : 87-88)

Maka jika Anda terjepit dalam musibah ingatlah bahwa posisi Anda belum sekritis Nabi Yunus dalam perut ikan paus.

Iman itu adalah keyakinan mendalam sebagaimana keyakinan Nabi Ibrahim ketika berdoa :
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)” (Q.S. Asy-Syu’araa [26] : 80-81)

Iman itu seperti yakinnya Nabi Ayyub a.s. ketika ditimpa penyakit mengerikan sehingga semua orang menjauhinya bahkan istrinya pun meninggalkannya namun ia masih teguh dengan keyakinannya dan masih berprasangka baik pada Allah bahwa Allah itu Maha Penyayang

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”  (Q.S. Al-Anbiya [21] : 83)


AQIDAH DAN IMAN ITU DIPEROLEH DENGAN MENGILMUI DAN PEMAHAMAN

Aqidah itu diawali dari mengenal, mengilmui dan memahami. Untuk lebih jelasnya mari kita ambil perumpamaan :
Jika ada orang yang meminta Anda untuk meminta tolong kepada si Amir, maka Anda akan menjawab : “Kalau Amir saat ini memiliki uang lebih, ia pasti akan menolong saya”. Lalu orang itu bertanya : Bagaimana Anda bisa begitu yakin Amir akan menolong? Maka Anda akan menjawab : Karena saya kenal Amir, dia itu teman saya sejak kecil, dulu pernah ia menolong saya begini dan begini, dan selama ini ia tidak pernah menolak permintaan saya, kecuali dia begini dan begini dst..

Inti dari cerita di atas adalah : Bahwa Anda yakin sekali Amir akan bertindak menolong Anda karena Anda kenal betul waktak si Amir sahabat Anda itu. Dan keyakinan mendalam ini tidak datang begitu saja melainkan proses yang lama, karena lama Anda berinteraksi dengan Amir dan berdasarkan pengalaman selama ini ia tidak pernah menolak ketika Anda meminta tolong, kecuali dia dalam keadaan tidak berdaya / tidak mampu menolong.

Demikian pula keimanan kepada Allah. Bisa saja keyakinan itu datang tiba-tiba karena Anda mendapat hidayah. Namun keimanan yang mantap dan mendalam adalah sebuah proses yang diawali dengan usaha mengenal Allah (ma’rifatullah), lalu mengenal sifat-sifatnya. Proses ini bisa dicapai melalui tarbiyah (pedidikan) atau ta’lim (belajar).

Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Maka demikianlah kita bisa mengenal Allah dari hasil karyaNya dari ciptaanNya

Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi (saat hari berbangkit). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Ankabuut [29] : 20)

Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman (Q.S. Yunus  [10] : 101)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (Q.S. Al-Baqarah  [2] : 164)

Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman (Q.S. Al-An’aam  [6] :99)

Dari sini kita akan memiliki keyakinan yang didasari atas pengetahuan / mengilmui. Inilah yang disebut “ilmal yaqiin”

kamu akan mengetahui dengan keyakinan berlandaskan pengetahuan” (Q.S. At-Takaatsur [102] : 5)

Ibnu Mas'ud berkata, "Keyakinan adalah sumber keimanan."


AQIDAH DAN IMAN ITU MEMBENARKAN DALAM HATI

Proses berikutnya adalah keyakinan berdasarkan ilmu ini jika dihayati akan menimbulkan pembenaran dalam hati (tasdiiqul qulub).

Dan apabila dibacakan (Al Quran itu) kepada mereka, mereka berkata: "Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; Al Quran itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan. (Q.S. Qashash[28] : 53)

Ibnu Umar berkata, "Seorang hamba tidak akan mencapai ketakwaan yang hakiki hingga ia meninggalkan keraguan di dalam hatinya”. (Fathul Bari)


AQIDAH DAN IMAN ITU DIMANTAPKAN DENGAN PENGALAMAN BATIN

Dalam perumpamaan sebelumnya telah diceritakan bagaimana Anda bisa yakin bahwa Amir akan menolong Anda karena selama ini ada pengalaman bahwa Amir tidak pernah menolah permohonan Anda.

Keyakinan dalam hati ini selanjutnya akan lebih mantap lagi dengan dialaminya pengalaman-pengalaman yang membuktikan kekuasaan Allah. Atas ijin Allah, misalnya seseorang mengalami pengalaman batin yang luar biasa dan tidak jarang yang mengalami keajaiban pertolongan Allah atau mukjizat. Misalnya orang yang terhimpit  musibah kemudian tiba-tiba mendapat jalan keluar yang tidak terduga. Atau orang yang sudah divonis mati atau bahkan sudah mati suri / koma tiba-tiba atas perkenan Allah dihidupkan kembali. Ada pula orang yang miskin tidak mendapati makanan apapun dan tidak berdaya berbuat apapun akhirnya mendapat pertolongan dengan rezeki yang datang tiba-tiba.

Kalaupun Anda belum mengalamai semua pengalaman batin itu, maka jadikanlah kisah-kisah bagaimana para Nabi ditolong Allah, bagaimana Rasulullah Muhammad ditolong ketika dalam keadaan terjepit dengan ribuan malaikat, sehingga pasukan yang sedikit dapat mengalahkan pasukan yang banyak, dan bacalah kisah-kisah sahabat, tabi’in dan orang-prang sholeh, sehigga Anda makin mengenal Allah, dan merasa yakin akan kekuasaan Allah.

Maka semua pengalaman batin itu seolah seperti mengalami langsung atau melihat langsung pembuktian dari sifat-sifat Allah. Maka semakin yakinlah kita akan sifat Allah tsb. Inilah yang disebut dengan ainul yaqin (seolah sama dengan melihat dengan mata kepala sendiri)

Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin (Q.S. At-Takaatsur [102] : 7)


AQIDAH DAN IMAN ITU TAK TERGHOYAHKAN MENGHUNJAM DI DALAM HATI

Jika sudah mendalam seperti ini maka keyakinan itu menancap dalam ke dalam hati dan tidak tergoyahkan oleh apapun.

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Q.S. Ibrahim [14] : 24-25)

Maka orang yang telah mengenal Allah seperti ini akan bergetar hatinya jika disebut nama Allah. Bahkan ada yang menangis ketika mendengar panggilan adzan. Dan orang seperti ini akan semakin bertambah tebal imannya.

Sesungguhnya orang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka, dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal (Q.S. Al-Anfal [8] : 2)

Maka orang yang telah keyakinan iman seperti ini akan tercermin dalam seluruh sikap dan tindak tanduknya yang baik dan mencerminkan keteguhan iman.

“Dari Nu’man bin Basyir berkata Rasulullah SAW bersabda : Ingatlah sesungguhnya di dalam dada itu terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh tubuh, dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah segumpal daging itu adalah qulub (jantung)” (Bukhari Muslim)


AMALAN BADAN  DIAWALI DARI AMALAN HATI DAN AMALAN HATI DIAWALI DARI ILMU

Ali bin Abi Thalib berkata : Hakikat ilmu menghunjam dalam lubuk nurani mereka sehingga tindakan mereka berdasarkan ruh keyakinan (Nahjul Balaghah)

Dari 'Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi bahwa ia berkata, "Akumendengar Umar bin Khaththab RA berkata di atas mimbar, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tiap-tiap amal perbuatan harus disertai dengan niat, balasan bagi setiap amal manusia sesuai dengan apa yang diniatkan. (H.R. Bukhari)

Ibnu Hajar Al-Asqolani ketika menjelaskan hadits di atas berkata : lafazh “niyah dinyatakan dalam bentuk isim mufrad (tunggal) ini menunjukkan bahwa tempat niat adalah dalam hati dan niyat itu harus satu yaitu hanya kepada Allah saja, dan hati itu pun satu. Berbeda dengan perbuatan yang sangat tergantung kepada hal-hal yang bersifat lahiriah yang jumlahnya sangat banyak dan beragam, sehingga kata 'amal menggunakan lafazh jamak (plural) (Lihat Kitab Fathul Bari Jilid I)

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Q.S. Ibrahim [14] : 24-25)

Sedangkan keimanan orang yang tidak berdasarkan iman dan tidak berdasarkan ilmu sangatlah goyah dan tidak kokoh, sehingga akan tercerabut jika dihadapkan pada cobaan.

Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki (Q.S. Ibrahim [14] : 26-27)

Inilah yang terjadi misalnya ketika kita lihat seorang wanita yang melepas jilbabnya setelah ditinggal mati suaminya atau bercerai dari suaminya. Karena tindakannya tidak berdasarkan keyakinan yang kuat dan niatnya mungkin karena manusia bukan karena hendak taat pada Allah.

Janganlah kamu bersikap imaah, Sahabat bertanya apakah imaah itu ya Rasulullah. Beliau menjawab : Imaah yaitu kamu berbuat baik jika orang lain berbuat baik dan ketika orang lain berbuat buruk engkau ikut berbuat buruk” . (Al Hadits)


AMALAN HATI TANPA DISERTAI PEMBUKTIAN LAHIR TIDAKLAH DITERIMA

Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman. (HR. Ath-Thabrani)

Ali bin Abi Thalib berkata : Ia mengaku berpengharapan pada Allah namun ia berdusta, demi Tuhan Yang Maha Agung, mengapa tidak nampak tanda-tanda dalam amalnya? (Nahjul Balaghah)

Ibu Taimiyyah berkata : Pokok Diin ini pada hakikatnya adalah urusan batin yang berupa ilmu danamal, dan amalan lahir itu tidak berguna tanpa aspek batin (Majmu Fatawa Jilid X/15)


KALAUPUN BELUM TERTANCAP DI HATI, MAKA AMALAN BADAN SEMENTARA TIDAK MENGAPA

Jika merasa belum mengilmui dan belum meyakini mendalam di hati, bukan berarti menjadi alasan untuk menunda melakukan ibadah dan melaksanakan syari’at Allah. Karena sebagaimana dikatakan pada kisah Arab Badui di atas, maka dibolehkan mereka Islam dahulu, dan baru iman menyusul kemudian.

Orang-orang Arab Badui itu berkata : Kami telah beriman, Katakanlah (pada mereka) : Kamu belum beriman, namun katakanlah kamu telah Islam, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (Q.S. Al-Hujuraat [49] : 14)

Namun seiring dengan itu diwajibkan orang itu untuk segera belajar dan mendalami agama agar semakin paham, dan keyakinan itu yang semula berdasarkan ilham atau hidayah beralih menjadi berlandaskan pemahaman.

Imam Ghazali berkata : "Berdzikir dengan menggerakkan lidah tanpa disertai hati yang khusyu' tetap akan mendapat pahala, karena berdzikir adalah lebih baik daripada membicarakan orang lain (ghibah), dan lebih baik daripada diam tanpa bertafakkur." Kemudian dia menambahkan, "Adapun berdzikir dengan lisan saja tidak cukup untuk dikategorikan dalam amalan hati (Ihya Ulumudin)


TERKADANG KITA TIDAK BISA MENILAI DARI NAMPAK LUARNYA

Seorang melakukan amalan-amalan ahli surga sebagaimana tampak bagi orang-orang tetapi sesungguhnya dia termasuk penghuni neraka, dan seorang lagi melakukan amalan-amalan ahli neraka sebagaimana disaksikan orang-orang tetapi sebenarnya dia tergolong penghuni surga. (H.R. Bukhari)

Dari Umar bin Khattab r.a. berkata bahwa ada seorang laki-laki yang terkenal dengan julukan “himar” (keledai) jarena sering bolak balik berbuat dosa. Ia pernah meminum khamar dan dicambuk oleh Nabi SAW, kemudian ia kedapatan mabuk lagi maka dibawa menghadap kepada Rasulullah. Lalu ada seseorang yang berkata : “Mudah-mudahan dia dilaknat oleh Allah, betapa seringnya ia dibawa kepada Nabi SAW” Maka Nabi SAW bersabda : Jangan kamu kutuk dia, sesungguhnya dia mencintai Allah dan RasulNya” (H.R. Bukhari)

Hadits ini mengisyaratkan akan adanya kemungkinan fenomena bahwa seseorang bisa saja secara zhahirnya sering terjerumus melakukan dosa namun sesungguhnya hatinya menolak dan mencintai Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengomentari hadits ini berkata : Orang itu buru-buru melaknatnya karena melihat kepada zhahirnya yang dikotori dengan maksiat dan khamr, ia tidak melihat kepada apa yang ada di balik zhahirnya yaitu berupa hati yang cinta pada Allah dan RasulNya. Ini merupakan sisi iman yang paling kuat (At-Tuhfah Al-Iraqiyyah Majmu Fatawa Jilid X / 8)

Rasulullah juga meramalkan datangnya kelompok ektrim yang bernama khawarij dimana mereka sangat berlebih-lebihan dalam agama dan sepintas nampak sebagai kaum yang sangat taat pada agama bahkan amalan badan nya secara zhahir melebihi rata-rata kaum muslimin lainnya. Namun sesungguhnya pemahaman agamanya sempit dan tidak mendalam.

“Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah SAW bersabda : Salah seorang di antara kamu akan merasa rendah shalatnya dibandingkan shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka, dan qira’atnya dibanding qira’at mereka. Mereka membaca Qur’an tapi bacaannya tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam seperti anak panah melesat dari busurnya (H.R. Mutafaq Alaih / diriwayatkan oleh semua)


AMALAN HATI ITU PASTI PARAREL DENGAN AMALAN FISIK

Apa sih contoh amalan hati itu? Amalan hati itu misalnya adalah yakin, ikhlas, rendah hati (tawadlu), merasa cukup dengan pemberian dari Allah (qanaah), bersyukur, zuhud dll. Sedangkan amalan hati yang buruk disebut dengan penyakit hati misalnya adalah tidak yakin, gelisah, tidak bahagia,  ‘ujub (berbangga hati), riya’ (ingin dilihat orang), tidak ikhlas, sombong, tidak syukur dll

Namun semua amalan hati itu selalu disertai dengan perwujudannya dalam perilaku fisik. Misalnya orang yang yakin tidak nampak gundah dan wajahnya selalu mencerminkan rasa khawatir karena tidak yakin Allah akan menerima doanya, tidak yakin Allah akan menolognnya.

Wajah dan sorot mata adalah jendela hati. Maka suasana hati akan tercermin dalam air muka dan sorot mata. Orang yang tidak yakin, tidak percaya pada ayat-ayat Allah akan nampak dalam air muka dan sorot matanya ketika dibacakan ayat-ayat Allah, atau ketika diberikan nasehat dan pelajaran agama. Air muka dan sorot matanya pasti berbeda dengan orang yang percaya dan yakin. Hal ini sulit dijelaskan namun bisa dibuktikan dan dirasakan bagi orang yang memperhatikan.

Demikian pula orang yang menyimpan rasa ‘ujub dan sombong di dalam hatinya akan nampak dalam air muka dan tindak tanduknya atau bahkan dalam lidahnya, bagaimana ia meremehkan orang, selalu membanggakan dirinya, selalu merasa benar sendiri dsb.

Demikianlah maka tidak perlu dipersoalkan antara amalan hati dan amalan fisik karena sesungguhnya keduanya saling terkait berkelindan, tak bisa berdiri sendiri. Tidak mungkin suasana hati itu tidak tercermin dalam wajah, mata, lidah atau tingkah laku. Demikian pula tingkah laku orang yang beribadah hanya fisik tanpa dilandasi iman yang teguh akan berbeda dengan tingkah laku orang yang dilandasi iman yang benar, pemahaman yang benar dan keyakinan yang dalam.



MANA YANG LEBIH UTAMA AMALAN HATI ATAU AMALAN FISIK

Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukan maupun harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang pada hatimu. Barangsiapa memiliki hati yang shaleh maka Allah menyukainya. Bani Adam yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertakwa. (HR. Ath-Thabrani dan Muslim)

Dari sini tentu saja amalan hati adalah yang utama. Karena Allah tidak melihat pada tampak luar atau dari amalan fisiknya, namun yang dilihat adalah hatinya.

Namun itu tidak berarti bahwa amalan hati bisa berdiri sendiri tanpa dibuktikan dengan amalan fisik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar