Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

'Apakah Orang Yang Meninggalkan Sholat Adalah KAFIR ?'



Apakah orang yang meninggalkan shalat, kafir alias bukan muslim?  
para ulama bersepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar bahkan lebih besar dari dosa berzina dan mencuri.

Mereka tidak berselisih pendapat dalam masalah ini. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya, apakah orang yang meninggalkan shalat masih muslim ataukah telah kafir?


Asy Syaukani mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya.
Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini- ,maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).

Mengenai meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal ini.


Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam). Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i,Ayyub As Sakhtiyani, ‘Abdullah bin Al Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah,‘Abdul Malik bin Habib (ulama Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i (sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan sahabat lainnya.

Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir.
Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan salah salah satu pendapat Imam Ahmad.


Pendapat ketiga mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai dia mau menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah AlKuwaitiyah, 22/186-187)

Jadi, intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini diantara para ulama termasuk pula ulama madzhab.



Lalu Bagaimana hukum meninggalkan shalat menurut Al Qur’an dan As Sunnah?

monggo disimak pembahasan selanjutnya.

Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Al Qur’an.
Banyak ayat yang membicarakan hal ini dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan adalah dua ayat saja.

Allah Ta’ala berfiman: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya,maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 59-60).


Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)

Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu).Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.

Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,“kecuali orang yang bertaubat,beriman dan beramal saleh.”

Maka seandainya orang yang menyia-nyiakan shalat adalah mukmin,tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman: “Jika mereka bertaubat,mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.”(QS. At Taubah [9]: 11). 
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Berarti jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Konsekuensinya orang yang meninggalkan shalat bukanlah mukmin karena orang mukmin itu bersaudara sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS.Al Hujurat [49]: 10)

Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Hadits
Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliaumendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. AthThobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih AtTargib wa At Tarhib no. 566).

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”(HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi). Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiang. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.

Para sahabat ber-ijma’ (bersepakat) bahwa meninggalkan shalat adalah kafir Umar mengatakan,“Tidaklah disebut muslim bagiorang yang meninggalkan shalat.”

Dari jalan yang lain, Umar berkata, “Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya, juga Ibnu ‘Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209).

Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut,tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkanshalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan)sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash Sholah.


Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in,Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52).

Dari pembahasan terakhir ini terlihat bahwasanya Al Qur’an,hadits dan perkataan sahabat bahkan ini adalah ijma’ (kesepakatan) mereka menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir (keluar dari Islam). Itulah pendapat yang terkuat dari pendapat para ulama yang ada.Ibnul Qayyim mengatakan, “Tidakkah seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul Muwaffiq (Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik).” (Ash Sholah, hal. 56)


Berbagai Kasus Orang Yang Meninggalkan Shalat

[Kasus Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang,“Sholat oleh, ora sholat oleh.”.

Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.


[Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya,malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad,Ishaq, mayoritas ulama salaf daris hahabat dan tabi’in.

[Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering dilakukan kaum muslimin yaitu tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak.Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar.Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Jika seorang hamba melakukan sebagian perintah dan meninggalkan sebagian, maka baginya keimanan sesuai dengan perintah yang dilakukannya. Iman itu bertambah dan berkurang. Dan bisa jadi pada seorang hamba ada iman dan nifak sekaligus. …

Sesungguhnya sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di banyak negeri,tidaklah selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka tidak meninggalkan secara total.Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya.Orang-orang semacam ini ada pada diri mereka iman dan nifak sekaligus. Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti pada masalah warisan dan semacamnya. Hukum ini (warisan) bisa berlaku bagi orang munafik tulen. Maka lebih pantas lagi berlaku bagi orang yang kadang shalat dan kadang tidak.” (Majmu’ Al Fatawa, 7/617).


[Kasus Keempat] Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir.Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.

[Kasus Kelima] Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman: “Maka kecelakaan lah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107]: 4-5.


Penutup

Sudah sepatutnya kita menjaga shalat lima waktu. Barangsiapa yang selalu menjaganya, berarti telah menjaga agamanya. Barangsiapa yang sering menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi.


Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya diantara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.”


Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat,berarti telah meremehkan agama.Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu.Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal. 12)

Oleh karena itu, seseorang bukanlah hanya meyakini (membenarkan) bahwa shalat lima waktu itu wajib. Namun haruslah disertai dengan melaksanakannya (inqiyad). Karena iman bukanlah hanya dengan tashdiq (membenarkan), namun harus pula disertai dengan inqiyad (melaksanakannya dengan anggota badan).

Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini)saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja,tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya,kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).”

Al Hasan mengatakan, “Iman bukanlah hanya dengan angan-angan (tanpa ada amalan). Namun iman adalah sesuatu yang menancap dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan.” (Lihat Ash Sholah, 35-36)

Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita dapat mengingatkan kerabat, saudara dan sahabat kita mengenai bahaya meninggalkan shalat lima waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar