Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

'Jangan Membuat Orang Lari'


Allah menjelaskan bahwa Nabi-Nya, Muhammad, sebagai orang yang memiliki akhlak yang agung. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sungguh, kamu mempunyai akhlak yang agung” [Al-Qalam : 4]

Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang ramah dan lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159]

Allah juga menjelaskan bahwa beliau adalah orang yang penyayang dan memiliki rasa belas kasih terhadap orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu (beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min” [At-Taubah : 128]

Rasulullah memerintahkan dan menganjurkan kita agar senantiasa berlaku lemah lembut. Beliau bersabda.

“Artinya : Mudahkanlah dan jangan kamu menyulitkan, berilah khabar gembira dan janganlah kamu membuat orang lari” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734 dari Anas bin Malik. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 1732 dari Abu Musa dengan lafaz.

“Artinya : Berilah khabar gembira dan jangan kamu membuat orang lari. Mudahkanlah dan janganlah kamu menyulitkan”.

Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no.220 meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya pada kisah tentang seorang Arab Badui yang kencing di masjid.

“Artinya : Biarkanlah dia ! Tuangkanlah saja setimba atau seember air. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit”

Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah hadits no.6927 bahwa Rasulullah bersabda.
“Artinya : Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan di dalam semua urusan”
Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun :
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, dan berkatalah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, sekiranya ia ingat atau takut” Walaupun Fir’aun telah melampaui batas namun karena cinta Allah Swt. Ia memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berkata dengan sehalus dan selembut perkataan kepadanya.

Perhatikan lagi ketika Allah Swt. berfirman kepada Rasulullah Saw. :


“Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauh darimu, karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun bagi meraka”. Dalam ayat lain :
" فمهل الكافرين "

Hadapilah mereka dan bergaullah dengan mereka secara perlahan-lahan dan lemah lembut”
“Berhati-hatilah kalian dari bersikap berlebihan, karena sesungguhya celakanya orang-orang sebelum kalian adalah karena berbuat berlebihan.” (H.R. Bukhari). Hal ini tidak ditujukan mencirikan suatu golongan karena sikap berlebihan ini adalah sesuatu yang tercela jika berada di golongan mana saja.

“Nabi besabda: Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya” (H.R. Muslim)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim no. 2593 dengan lafaz.

“Artinya : Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”

Muslim meriwayatkan hadits dalam kitab Shahihnya no.2594
dari Aisyah, Nabi bersabda. “Artinya : Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek”

Muslim juga meriwayatkan hadits no. 2592 dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan”.

Allah pernah memerintahkan dua orang nabiNya yang mulia yaitu Musa dan Harun untuk mendakwahi Fir’aun dengan lembut. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia telah berbuat melampui batas. Berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan ia mahu ingat atau takut” [Thaha : 43-44]

Allah juga menjelaskan bahawa para sahabat yang mulia sentiasa saling bekasih sayang. Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang selalu bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath : 29]

Apa sih gunanya kita berdakwah sebenarnya? Dakwah itu mengajak,bukan melukai,bukan membuat orang lari. Sudahkah orang-orang yang sok jagoan dengan memakai kupluk dan surban,apalagi sambil mengacung-acungkan golok itu mengajak orang-orang Ahmadiyah untuk kembali kepada Islam yang benar?
Demi Allah saya yakin belum,bahkan mereka tidak bisa bicara terkecuali lebih suka mengotori tangan mereka dengan darah. Bukankah para ulama telah menjelaskan tentang kesesatan Ahmadiyah,ya kalau begitu mari kita ajak mereka diskusi dengan cara yang baik. Di Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang mengajarkan untuk mengajak orang-orang yang melenceng dan tersesat itu dengan cara yang baik.

Kita lihat bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengajak berdebat dan beradu argumen kaumnya,demikian juga kaum Nabi Sholeh ‘alaihissalam,kaum Nabi Luth ‘alaihissalam,kaum Nabi Yunus ‘alaihissalam,kaum Nabi Isa ‘alaihissalam dan nabi-nabi yang lainnya. Semua Nabi tidak ada yang mengajak duel,tidak ada yang menghabisi manusia lain karena orang itu tidak mengikutinya. Kebanyakan nabi itu mengajak manusia,adapun manusia yang tidak mau ikut maka Allah yang memberikan adzab kepada kaum tersebut atau menyuruh Nabi itu memerangi mereka.

Wahai saudaraku,mari kita sejenak berpikir seribu kali sebelum mengikuti dan terkompori oleh orang-orang yang justru merusak akhlaq kita. Merusak Islam dengan cara-cara yang bathil. Saya memang bukan orang yang paling pantas untuk menasehati kita semua tentang cara memperbaiki akhlaq,tetapi saya yakin kita semua faham bagaimana akhlaq yang baik,sebab kita adalah manusia ciptaan Allah. Terkecuali binatang yang memang tidak diberikan syari’at kepada mereka.

Saudara-saudaraku,Islam saat ini sedang sakit,jangan engkau tambahi sakit ini dengan perbuatan-perbuatan yang jauh dari sifat seorang muslim. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh rasululloh shallallahu’alaihi wa salam,bahwa umat Islam itu tidak dihancurkan oleh orang-orang kafir,tapi umat Islam itu dihancurkan oleh mereka sendiri.

Rasulullah berpesan kepada Mu’adz dan Abu Musa :
يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا

“Berilah kemudahan dan jangan membuat sulit orang lain, berilah kabar gembira yang membuat orang senang dan jangan membuat orang lari dari agama Islam, serta hendaknya kalian rukun serta tidak berselisih.”

Ini adalah adab yang senantiasa harus dijaga, terlebih lagi oleh setiap muslim, terlebih lagi para dai ilallah.
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata, “Aku telah mendengar Asy-Syaikh Muqbil berkata (dan ini aku dengar lebih dari satu kali): Demi Allah l, aku tidaklah mengkhawatirkan atas dakwah ini melainkan dari diri-diri kita sendiri.”

Abu Mas’ud Al-Anshari Radhiyallahu ‘Anhu yang meriwayatkan hadits ini mengatakan, bahwa dia tidak pernah melihat Nabi sangat marah seperti hari itu. Nabi bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya di antara kalian ada yang senang membuat orang lari dari agama. Oleh karena itu, siapa pun di antara kalian yang menjadi imam shalat, maka hendaknya ia memperingan shalatnya. Sebab di belakangnya ada orang tua, anak kecil, dan orang yang mempunyai keperluan!

Seharusnya setiap muslim mempunyai semangat agar orang mendapatkan petunjuk. Dan itu adalah ciri Rasulullâh shallallahu ‘alahi wasallam.
Rasulullâh shallallahu ‘alahi wasallam bersabda ketika mengutus ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ke Khaibar,

فَوَ لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
Demi Allah, andaikata Allah memberikan hidayah kepada seseorang disebabkan karena engkau, maka itu lebih baik daripada unta merah (lambang kekayaan orang Arab).” (Hadits shahih, riwayat Bukhâri dalam Al Jihad no. 3009 dan Muslim dalam Fadhailus Shahabah no. 2406)

Kadang dengan cara at ta’lif wat targhib, pendekatan dan dilembutkan hatinya atau dianjurkan, dan kadang dengan cara al hajr wat tarhib, ditinggalkan (diboikot) dan diperingatkan.
Siapa yang mengatakan bahwa dakwah salafiyah itu hanya mengenal keras saja, maka ini suatu kesalahan. Dan siapa yang mengatakan bahwa dalam dakwah itu hanya dikenal lemah lembut saja, ini juga tidak tepat.
Demikian pula salah, apabila terhadap orang yang patut untuk di-hajr (ditinggalkan), ia tidak meninggalkannya, dan ia menerapkan cara mendekati dan memberikan anjuran. Orang yang seperti ini berkekurangan dan muqashshir.

Sebaliknya, orang yang senantiasa memakai cara kekerasan pada setiap perkara padahal ada pada orang-orang yang seharusnya diberikan pendekatan, maka ini juga adalah orang mutasyaddid (keras berlebihan), tidak sejalan dengan tuntunan Rasulullâh shallallahu ‘alahi wasallam.

Rasulullâh shallallahu ‘alahi wasallam berpesan kepada ‘Ali bin Abi Thalib dan kepada Abu Musâ Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhum ketika keduanya dikirim ke Yaman.


يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا وَ بَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا
Permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari.” (Hadits Anas bin Mâlik riwayat Bukhâri no. 69, 6125 dan Muslim no. 1734. Dan semakna dengannya hadits Abu Musâ Al Asy’ari riwayat Bukhâri no. 6124 dan Muslim no. 1732-1733)

1 komentar: