Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

Ayat-Ayat Pembakar Sihir' (Lanjutan 'Ciri Gangguan Jin')

Cc: + Abuakmal Mubarok


MASALAH SIHIR, KESURUPAN JIN, DAN SOLUSINYA (BAB RUQYAH)


* Contoh doa ruqyah yang dilakukan Rasulullah :

Dari Aisyah r.a. berkata :” “biasanya Nabi SAW jika menjenguk orang sakit atau didatangi orang sakit lalu mendoakan : Adzhibi  ba’sa Rabbannas isyfii wa anta syaafii,  laa syifaa a illa syifaauk, syifaa a laa yughodiru saqoma” (H.R. Bukhari Muslim dalam Kitab Alu’lu wal Marjan II/1414).

Dari Aisyah r.a. berkata :” “biasanya Nabi SAW jika merasa sakit lalu membaca pada dirinya sendiri surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas, lalu meludahi pada apa yang dirasakannya dan ketika penyakit makin berat, akulah yang membacakannya dan aku mengusapkan  tangan Nabi SAW pada badannya karena mengharap berkahya” (H.R. Bukhari Muslim dalam Kitab Alu’lu wal Marjan II/1415).

Aisyah r.a. berkata : “Nabi SAW biasa meruqyah orang yang sakit dengan doa : Bismillah, turbatu ardhina biriqooti ba’dhina yusyfaa saqiimuna bi’idzni Rabbinaa (Dengan nama Allah dari tanah bumi kami dengan ludah sebagian kami, maka disembuhkanlah penyakit kami dengan izin Tuhan kami)” (H.R. Bukhari Muslim dalam Kitab Alu’lu wal Marjan II/1417).

Demikian pula jika meruqyah untuk memohon kesembuhan dari gangguan jin dan sihir, maka Allah dan Rasulullah pun telah menganjurkan hal ini :

“Ya Rabbi aku berlindung kepada Engkau dari segala bisikan setan dan akuberlindung kepada Engakau ya Tuhanku dari kedatangan mereka (setan) kepadaku” (Q.S. 23:97-98).

Aisyah r.a. berkata : “Rasulullah SAW menyuruh supaya orang meruqyah jika terkena penyakit ‘ain (sihir sorotan mata / hipnotis)” (H.R. Bukhari Muslim dalam Kitab Alu’lu wal Marjan II/1418).

Ummu Salamah r.a. berkata : Nabi SAW melihat di rumahnya ada wanita yang mukanya terkena penyakit ‘ain (sihir sorotan mata) hingga wajahnya hitam atau merah maka Nabi SAW bersabda : usahakanlah ruqyah untuk wanita itu karena ia terkena penyakit ‘ain (H.R. Bukhari Muslim dalam Kitab Alu’lu wal Marjan II/1419).


* Membacakan Ruqyah Pada Air Zam-zam

Tidak tersembunyi bagi seorang muslim barakah yang terkandung pada air Zam-zam. Rasulullah bersabda,
Sebaik-baik air di muka bumi adalah air Zam-zam.” Diriwayatkan oleh Ath-Thabrany no. 11168 dari Ibnu ‘Abbas dan disebutkan oleh Al-Albany pada Ash-Shahihah no. 1056..

Diriwayatkan oleh Muslim no. 1922 dari Abu Dzar bahwa Rasulullah bersabda terkait air Zam-zam,
“Sesungguhnya ia air yang berbarakah dan dia makanan yang mengenyangkan dan obat dari penyakit.”

Dan dalam hadits Jabir diriwayatkan oleh Ahmad (3/357) dan selainnya dishahihkan oleh Al-Hafizh,
“Air Zam-zam adalah untuk sesuatu yang ia diminum karenanya.”

Para ulama memahami dari keumuman lafazh hadits ini bahwa siapa yang meminum air Zam-zam untuk menyembuhkan penyakitnya maka diharapkan akan terkabulkan dan tersembuhkan, siapa yang meminumnya agar fasih dalam bicara maka diharapkan akan mendapat kefasihan, siapa yang meminumnya agar mudah menghafal Al-Qur’an maka diharapkan akan jadi mudah menghafal Al-Qur’an. Dan semua ini atas izin Allah Hadits tersebut mengisyaratkan adanya manfaat yang umum pada air Zam-zam, manfaat secara agamis atau manfaat duniawi.

Adapun meminum air ini dengan tujuan mencari kesembuhan dari gangguan rasukan, sihir dan ‘ain. Para ulama zaman ini berbeda pendapat tentang membacakan ruqyah pada air Zam-zam. Diantara mereka ada yang membolehkan, seperti Al-‘Allamah Ibnu Baz. Dan diantara mereka ada yang tidak membolehkannya, seperti Al-‘Allamah Al-Albany, dengan alasan air Zam-zam itu sendirinya sudah merupakan obat.

Adapun menurut saya, tidak ada larangan secara syar’i terkait membacakan ruqyah pada air Zam-zam. Dan dengan itu terkumpullah dua sebab dari sebab-sebab kesembuhan. Sebab yang kasat mata yaitu air Zam-zam dan sebab maknawi yaitu ruqyah. Hal ini berdalilkan dengan kebanyakan ruqyah Rasulullah terkumpul padanya dua sebab, yang kasat mata dan yang maknawi. Seperti mengumpulkan antara ruqyah dengan debu dan tiupan, doa dengan air, tiupan dengan doa. Dan membacakan ruqyah pada sesuatu itu tidak berarti tidak adanya obat dan barakah padanya.

Apa yang dijadikan alasan oleh Al-Albany رحمه الله akan tidak bolehnya membacakan ruqyah pada air Zam-zam bahwa Rasulullah tidak melakukannya.
Maka saya mengatakan: Tidaknya Rasulullah melakukan belum tentu hal itu tidak boleh, karena beralasan dengan bolehnya melakukan itu benar adanya, berdalilkan dengan amalan beliau yang kita sebutkan barusan.


* Apakah Boleh Mandi Dengan Air Yang Dilebur Padanya Ayat-ayat Al-Qur’an?

Jawab :
Telah kita pahami bahwa boleh minum air yang dibacakan ruqyah padanya. Kalau begitu lebih boleh lagi kalau air yang dibacakan ruqyah itu untuk mandi.
Adapun melebur sebagian ayat Al-Qur’an pada air, maka hal ini tidak ada syari’atnya, dimana hal itu tidak ada dalam kitabullah, tidak pula dalam sunnah, tidak pula dalam atsar yang shahih dari ulama salaf.

Adapun mandi atau minum dengan air yang dilebur padanya ayat Al-Qur’an, maka hal ini tidaklah dilakukan oleh ulama salaf terdahulu, dan ini bukanlah jalan yang benar dalam berobat. Melebur ayat ini secara asal sudah salah, maka mandi dengannya pun sama hukumnya.


* Apakah Boleh Membacakan Ruqyah Pada Air Dan Minuman Selain Air?

Jawab :
Ya, hal itu boleh berdasarkan beberapa dalil. Misal hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1017, hadits ini dikuatkan dengan hadits-hadits pendukung, bahwa Rasulullah mengunjungi Tsabit bin Qais yang sedang sakit maka beliau berdoa,“Hilangkanlah penyakitnya wahai Rabb sekalian manusia.”
Kemudian beliau mengambil tanah dari Bathhan (suatu lembah di Madinah), beliau meletakkannya pada suatu wadah kemudian beliau meniup padanya kemudian mengusapkannya padanya (Tsabit).

Suatu perkara yang telah diketahui bahwa orang yang sakit bisa mengambil manfaat dari air yang dibacakan ruqyah, dan pengaruhnya juga perkara yang bisa dirasakan. Karena pada air itu ada kekhususan, jika ditambah dengan dibacakan ruqyah maka akan ada dua manfaat. Yang terasa dan yang maknawi.
Maka membacakan ruqyah pada air itu perkara yang DIPERBOLEHKAN !.

Demikian juga diperbolehkan membacakan ruqyah pada minuman yang bisa dimanfaatkan secara kesehatan, seperti madu, minyak habbatus sauda’, minyak zaitun dan lain-lain. Dengan catatan tidak melebar-lebarkan masalah, lalu menganggap semua minuman boleh dibacakan ruqyah. Maka harus diperhatikan batasannya yaitu yang bisa dimanfaatkan secara ilmu kesehatan.


* Apakah Boleh Menggunakan Air Yang Dibacakan Ruqyah Di Kamar Mandi Bagi Penderita?

 Jawab :
Penggunaan air yang dibacakan ruqyah di kamar mandi bagi orang yang tersihir atau kerasukan atau terkena ‘ain itu boleh. Karena air yang dibacakan ruqyah ini tidak ada padanya Al-Qur’an. Yang dikaitkan dengan air adalah tiupan dan sedikit ludah semata. Adapun ayat yang dibaca hanyalah sebagai bentuk panjatan doa dan pujian kepada Allah تعالى dan bentuk kembali kepada-Nya. Maka tidaka ada Al-Qur’an dalam air, tidak lafazhnya dan tidak pula maknanya. Jadi mandi dengannya di kamar mandi boleh karena memang tidak ada unsur perendahan terhadap Al-Qur’an.


* Apakah Penggunaan Air Bunga Mawar Bagi Orang Yang Kerasukan Dan Terkena Sihir Itu Disyari’atkan?

Jawab :
Aku tidak mengetahui apa keutamaan air bunga mawar ini, namun aku nasehatkan bagi para peruqyah untuk tidak mengarahkan penderita untuk menggunakan air bunga mawar. Bagi saya air biasa itu lebih baik dari air bunga mawar.

Peringatan: Tukang sihir banyak menuliskan mantra-mantra mereka dengan air za’faran dan air bunga mawar, maka siapa yang menggunakan air bunga mawar maka terjatuh pada tasyabuh dengan mereka para tukang tenung dan sihir. Maka penggunaan bunga mawar untuk ruqyah sebaiknya dihindari.


* Apakah Boleh Bagi Peruqyah Untuk Menggunakan Garam?

Jawab :
Diperbolehkan bagi peruqyah menggunakan garam pada iar yang dibacakan ruqyah padanya, karena diketahui hala itu bermanfaat biidznillah. Dalil yang menunjukkan bolehnya hal tersebut adalah hadits Ali yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrany no 5890 DENGAN SANAD shahih,

Seekor kalajengking menyengat Nabi saat beliau shalat, ketika selesai shalat beliau bersabda,
“Semoga Allah melaknat kalajengking, dia tidak meninggalkan orang yang shalat atau selainnya, kemudian beliau meminta garam dan air, lalu beliau mengusap di atasnya dan membacakan ruqyah…”

Maka penggunaan garam pada kondisi dan cara seperti ini dan yang semisal adalah boleh.
Adapun penggunaan garam dengan caranya para tukang sihir dan dukun maka tidak boleh, karena itu bentuk kesyirikan. Seperti penggunaan garam untuk mengusir jin, menolak ‘ain, atau saat keluarnya pengantin wanita dari rumahnya sampai ke rumah suaminya, atau digunakan pada anak bayi yang baru lahir dan wanita nifas.

Dan harus diketahui bahwa yang mampu mengusir jin itu hanyalah Allah Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan jika engkau membaca Al-Qur’an, Kami jadikan antara engkau dan antara orang yang tidak beriman dengan hari akhir sebuah tirai yang menutupi.” (Qs. Al-Isra’: 45)

Yang mendorong orang berkata bahwa garam itu untuk mengusir jin adalah sandaran mereka terhadap berita yang masyhur yaitu bahwa jin itu tidak memakan makanan bergaram. Maka dari sini mereka memahami bencinya jin terhadap garam. Dan ini adalah kesimpulan yang bathil dan salah, karena permusuhan jin itu nyata terbukti bedasarkan fitrah dan ayat, dan hanya Allah تعالى yang mampu mengusirnya, melalui sebab memperbanyak dzikir dan doa.


* Apakah Perbuatan Peruqyah Menjamkan Pandangannya Ke Mata Orang Yang Kerasukan Atau Tersihir Sesuatu Yang Disyari’atkan?

Jawab :
Menajamkan mata peruqyah kepada mata yang diruqyah itu mencapekkan peruqyah dan yang diruqyah, dan tidak ada manfaatnya, dan tidaka ada dalil yang menunjukkan hal itu disyari’atkan. Hal itu adalah perkara bid’ah yang dilakukan sebagian peruqyah pada zaman kita ini. Bahkan sebagian peruqyah menjadikan hal ini sebagai perantara untuk memandang mata para pasien wanita. Dan tidak diragukan lagi bahwa hal ini haram.
Dan ini adalah penguluran bahaya yang diberikan syaithan, dan sebagian peruqyah sangat jahat dan menekan untuk bisa memandang pasien wanita.


* Apakah Boleh Meletakkan Mushaf Al-Qur’an Di Bawah Kepala Penderita Kerasukan Ketika Tidur Untuk Mengusir Syaithan?

Jawab: Hal ini tidak boleh. Karena hal ini bertentangan dengan perintah mengagungkan dan mensucikan Al-Qur’an. Allah berfirman
“Pada lembaran-lembaran yang terhormat, terangkat dan tersucikan.” (Qs.‘Abasa: 13-14).

Maka peletakkan di bawah kepala tidaklah merupakan pemuliaan dan tidak pula mengangkat.
Dan juga, jin itu tidaklah terusir dengan sekedar meletakkan mushaf pada rumah atau kantong atau di bawah kepala, akan tetapi jin itu terusir dengan kita mengamalkan Al-Qur’an, membacanya dan mentadaburinya. Lalu kita mendakwhkan Al-Qur’an tersebut.


* Apakah Boleh Membacakan Ayat ini:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (Seperti di Al-Baqarah: 148) Kepada Orang Kerasukan?

Jawab :
Boleh untuk membacakan ayat ini kepada orang yang kerasukan, karena terkadang jin itu bersembunyi pada anggota tubuh si penderita. Dan dia tidak ingin menampakkan diri. Maka ayat ini dibaca untuk menghinakan jin tersebut biidznillah. Maka dia nampak pada lisan si penderita atau menyamarkan diri padanya.


* Apakah Boleh Membakar Jin Dengan Api?

Jawab :
Suatu yang diketahui bahwa Allah تعالى mengirim panah api untuk syaithan. Allah berfirman,
“Kecuali jin yang mencuri pembicaraan maka dia dikejar panah api yang menyala.” (Ash-Shaaffaat: 10)

Maka Allah mengadzab jin dengan panah api, dan telah datang hadits yang menerangkan bahwa tidak dipernolehkan mengadzab dengan api kecuali Pencipta api. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 3016, bahwa Rasulullah bersabda,
“Dan sesungguhnya api itu, tidaklah mengadzab dengannya kecuali Allah.”

Dan dari sini maka tidak boleh bagi peruqyah untuk membaka syaithan dengan api, entah pembakaran itu dengan melalui listrik atau selainnya. Dan yang menguatkan alasan pelarangan ini adalah bahwa jin terkadang cepat bersembunyi pergi, sehingga pembakaran itu malah mengenai si penderita, dan justru menyebabkan adanya penyakit yang lain seperti lumpuh dan lain-lain.
Adapun menggunakan alat penyetrum lalat maka itu boleh karena tidak terdapat padanya api yang membakar.


* Apa Yang Boleh Dan Apa Yang Tidak Boleh Terkait Dengan Membakar Jin Dengan Ruqyah?

Jawab :
Di sana ada dua cara yang biasa digunakan peruqyah untuk membakar jin:

Pertama: Cara yang disyari’atkan yaitu memperbanyak bacaan Al-qur’an kepada si penderita. Dan mengulang-ulang ayat yang bisa menghantam jin seperti ayat-ayat yang berbicara tentang sihir, ayat adzab di akhirat. Maka ayat-ayat ini dan semisalnya menghantam jin lebih dahsyat dari tebasan pedang pada leher, namun sesuai dengan kadar keikhlasan si pembaca dan kekuatan imannya, dan sesuai dengan konsentrasi si penderita mendengarkan ayat-ayat tersebut dan sejauh mana dia menghadap Allah.
Kalau saja bacaan BISMILLAH itu membuat syaithan menjadi kecil seperti lalat, sebagaimana dalam hadits Abu Malih
“Akan tetapi katakan, sesungguhnya jika engkau ucapakan itu syaithan menjadi kecil sampai seperti lalat”,


Lalu bagaimana jika dibacakan ayat dan surat-surat?!

Kedua: Cara yang bid’ah yaitu yang hakekatnya adalah mantra dan khurafat. Yaitu penulisan huruf-huruf tertentu disertai dengan penulisan ayat. Dan penulisan huruf dan ayat ini dilakukan di potongan kain, lalu potongan kain ini dibakar dan si penderita menghirupnya. Dan hal ini menurut anggapan mereka telah membakar jin. INi adalah cara yg dilarang dalam syariat.

Wallahualam bishowab. semoga bermanfaat

CIRI GANGGUAN JIN






Bagaimana kita mengetahui ciri2 orang yg terkena gangguan jin?

Apakah tidak musyrik meyakini jin bisa masuk kedalam tubuh kita?
Ibnu Taimiyyah menjelaskan didalam Kitab Majmu Fatawa vol 24, hal 276 menjelaskan, para imam Ahlusunah Waljama'ah sepakat bahwa jin bisa masuk kedalam tubuh manusia, lebih lanjut beliau menjelaskan, “Tidak ada Seorangpun dari kalangan ulama   Islam   yang    mengingkari   adanya  kemungkinan  jin masuk kedalam tubuh orang yang kesurupan dan yang tidak.  Orang yang mengingkarinya dan mengklaim bahwa syari'at menganggap hal itu sebagai kebohongan, maka sesungguhnya dia sendirilah yang telah mendustakan syari'at agama.

Tidak ada satupun dalil yang meniadakan hal ini, di vol 19, hal 112 beliau menyebutkan bahwa orang-orang yang mengingkari kemungkinan masuknya jin kedalam tubuh manusia ini adalah dari kalangan Mu'tazilah.

Katanya ada hadits yang menjelaskan bahwa Ruqyah itu musyrik? Ya, betul sekali Rasul bersabda : Sesungguhnya Ruqyah, jimat-jimat dan guna-guna itu Musyrik. (HR.Muslim).

Tetapi...Ruqyah itu sendiri terbagi dua :

1. Ruqyah Syirkiyyah, yang mengandung unsur-unsur musyrik seperti memakai jimat, kemenyan dan menyebut nama-nama selain Allah. 

2.  Ruqyah Syar'iyyah yaitu ruqyah yang tidak mengandung unsur muysrik dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. (HR. Muslim).
Jadi, yang dimaksud ruqyah yg musyrik ialah Ruqyah Syirkiyyah. Oleh karena itu Imam Ash Suyuthi menjelaskan bahwa para ulama sepakat membolehkan ruqyah dengan tiga syarat yaitu : 

1. Ruqyah dengan Al-Quran atau nama-nama Allah dan sifat-sifatnya.
2. Dengan bahasa arab atau bahasa yang dipahami maknanya. 
3.  Berkeyakinan bahwa sesungguhnya ruqyah itu tidak berfaidah secara langsung, akan tetapi semua itu terjadi karena kehendak Allah ta'ala. 

Kenapa Jin bisa masuk dalam tubuh manusia ? Jangankan kita manusia biasa, bila kita perhatikan QS. Asy Shaad, 41, kejadian yang menimpa Nabi Ayyub yang diganggu dengan kepayahan dan siksaan dari Syetan.  Demikian pula Rasulullah saw, Imam Bukhori-Muslim dalam kitab Shohinya meriwayatkan hadits dari ‘Aisyah ra :  “Rasulullah saw disihir sehingga seolah-olah beliau melakukan senggama dengan istri-istrinya yang sesungguhnya tidak melakukannya. Hal demikian merupakan sihir yang sangat”. 

Ini menunjukan bahwa hal itu terdapat dalam Qur’an dan Sunnah.  Namun secara umum banyak terjadi dari dua faktor, pertama internal,  hal itu diakibatkan  :

a.       "Pagar-pagar penjaga rumah", penangkal dari gangguan GHAIB, yang dipendam/ditanam didalam dan disekitar rumah atau tempat usaha.

b.      Jimat-jimat, rajah yang digantungkan, dipasang dirumah  atau tempat usaha, dibawa, dipakai "ROMPI", sapu tangan, ikat pinggang, ikat kepala dll.

c.       Dalam bentuk benda mati. Seperti : Senjata, benda-benda pusaka dan bertuah, cincin, gambar-gambar bernyawa, patung, topeng, dll.

d.      Amal-amal Wirid atau dzikir yang tidak diajarkan Nabi Muhammad saw.  Tidak ada dalil resmi yang bisa dipertanggung jawabkan, seperti beberapa "Sholawat", doa-doa yang diwiridkan (diulang-ulang) dengan bilangan yang ditentukan dengan hikmah (khasiat), fadhilah tertentu yang tidak ada keterangan SHOHIH secara disiplin ilmu agama.   Ilmu kadigdayan, kanuragan, tenaga dalam yang diperoleh melalui ‘isian’, "susuk", pernafasan, wirid-wirid bacaan dsb.

e.      Kemaksiatan-kemaksiatan akibat melanggar larangan Allah dan RasulNya.  Seperti makan-minum dengan tangan kiri.  Meramal dan mempercayai ramalan, datang ke paranormal  Dll.            
Hal-hal tersebut  akan dijadikan terminal/landasan jin agar mudah masuk kedalam tubuh kita yang selanjutnya mengintervensi akhlak dan tubuh kita.

Yang kedua factor eksternal seperti:

a.       Pelet, guna-guna, santet atau tenung/teluh serta sirep/Gendam (Hipnotis).  Termasuk dalam kelompok Sihir 
b.      'Ainul Hasad (pandangan jahat) atau Nafsul Hasad (jiwa yang jahat) dari Manusia & Jin
c.       Dijadikan tumbal
d.      Keluarga / Orang tua berbuat musyrik,   Dll.

Adakah ciri-ciri orang yang terkena gangguan Jin ?  Ada, hal ini disimpulkan dari pengalaman orang-orang yang positif terkena gangguan jin, seperti :

1.      FISIK

a.       Pusing-pusing sebagian atau keseluruhan, leher berat atau kaku
b.      Bahu, pundak selalu berat/pegal           
c.       Nyeri, panas atau teras berat pada bagian-bagian tertentu
d.      Sakit pada perut atau ulu hati
e.      Dada sesak atau panas
f.        Gangguan sekitar rahim, prostat, ginjal
g.       Pandangan mata kabur
h.      Mendengkur sangat keras ketika tidur atau suara gigi bergesekan
i.         Makan-minum berlebih
j.        Memiliki kekuatan fisik yang diluar kemampuan umumnya manusia
k.       Sakit yang sangat pada jam-jam tertentu
l.         Sakit yang berpindah-pindah
m.    Sakit yang tiba-tiba datang dan hilang,  Dsb.


2.     PSIKIS

a.       Mudah dan sering marah / tersinggung
b.      Bingung, sulit konsentrasi
c.       Sering bermimpi yang menakutkan
d.      Sering bermimpi didatangi binatang buas
e.      Sering bermimpi dengan orang yang sama
f.        Bermimpi jatuh ditempat yang tinggi
g.       Bermimpi berada ditempat yang bau busuk h.  Resah, gelisah, takut, minder
h.      Sulit tidur, banyak tidur
i.         Malas beraktivitas dalam kebaikan
j.        Sering berprasangka buruk,  was-was
k.       Mud tidak stabil
l.         Merasa ada bisikan-bisikan dihati atau di telinga
m.    Pernah atau sering mendengar suara letusan diatap atau sekitar rumah, khususnya malam hari
n.      Sering bisa “menebak”
o.      Bisa melihat “sesuatu” (makhluk atau benda) yang umumnya tidak terlihat oleh orang lain
p.      Merasa selalu ada yang megikuti, Dsb


3.     IBADAH

a.       Sering lupa jumlah raka'at shalat
b.      Terasa berat / mengantuk setiap berdzikir atau membaca Al Quran atau ketika hadir  di pengajian
c.       Sering sulit bangun pagi / subuh
d.      Sering batal ketika berwudlu
e.      Sering tidak yakin ketika berwudlu, mandi janabah atau was-was ketika salat,   Dsb


4.     Aktivitas Sosial

a.       “Terhalang” rizkinya, sering gagal dalam usaha mencari nafkah.
b.      “Terhalang” jodohnya.

Wallahualam bishowab

SERI MA’RIFATULLAH 'PENTINGNYA DUA KALIMAT SYAHADAT' (Ahamiyatu Syahadatain)










BAGIAN 01


Cc: Abuakmal Mubarok


Saya Percaya Tuhan ?

Orang yang tidak percaya sama sekali dengan adanya Tuhan disebut atheis. Kita sepakat bahwa dari sudut pandang orang yang percaya akan adanya Tuhan maka orang atheis ini tergolong orang yang kafir.

Namun ada orang yang percaya akan adanya Tuhan, namun dia tidak tahu siapa dan bagaimana Tuhan itu, dan dia tidak meyakini satu agamapun. Orang seperti ini disebut orang Agnostik. Dari sudut pondang agama-agama, maka orang seperti ini tetap dianggap kafir.

Mengapa dia dianggap kafir padahal dia percaya Tuhan ? Masalahnya adalah Tuhan yang mana ? Jika yang dia Tuhankan itu adalah matahari, maka dia tergolong kafir. Apabila dia percaya kepada Tuhan namun Tuhannya berjumlah banyak maka bagi penganut monotheisme (yang berpaham Tuhan hanya satu) orang tersebut adalah kafir.

Jadi tidak ada artinya seseorang mempercayai adanya Tuhan, namun dia tidak menindaklanjuti dan memperjelas Tuhan yang mana, Tuhan yang seperti apa, bahkan lebih lanjut lagi Tuhan yang menyuruh kita berbuat apa.

Masalahnya, satu agama dengan agama yang lain memiliki konsep ketuhanan yang berbeda. Semua sepakat bahwa yang paling benar adalah kita mempercayai kepada tuhan yang sebenarnya, yaitu tuhan yang benar-benar tuhan. Namun masalahnya siapakah tuhan yang sebenar-benarnya tuhan itu ? Ada orang berpendapat bahwa tidak ada orang yang tahu siapakah Tuhan yang sebenarnya. Masing-masing agama memiliki konsep tersendiri dan semuanya bisa jadi benar. Hanya Tuhan sendirilah yang tahu tuhan yang sebenarnya. Orang seperti ini mengambil sikap bahwa tuhan seperti apapun juga konsepnya tidak masalah, yang penting maksudnya adalah sama, yaitu Tuhan pencipta alam.

Pendapat bahwa semua agama benar dan semua tuhan adalah sama, mugkin hanya dilontarkan oleh orang-orang yang merasa tidak mengetahui secara pasti yang mana tuhan yang sebenarnya. Namun bagi orang yang dengan kemampuan nalarnya bisa mencapai kepastian siapa tuhan yang sebenarnya, tidak akan menganggap bahwa tuhan yang lain juga benar.

Dengan nalar akal sehat, kita akan mencapai pada suatu kesimpulan bahwa tuhan yang sebenarnya adalah satu atau esa. Tidak mungkin tuhan yang sebenarnya itu lebih dari satu. Demikian pula dengan nalar yang obyektif, dengan jiwa yang bersih tanpa dikotori oleh hawa nafsu, kita juga dengan mudah sampai pada kesimpulan bahwa konsep ketuhanan yang masih asli adalah tuhannya umat Islam yaitu tuhan Allah. Dengan kata lain Allah-lah tuhan yang sebenar-benarnya tuhan.

Maka dengan keyakinan seperti di atas, orang yang mempercayai satu Tuhan dari agama-agama yang ada, namun tidak meyakini konsep Tuhannya umat Islam, yaitu Allah, menurut keyakinan aqidah Islam orang tersebut tetap tergolong sebagai orang kafir.


'Perbedaan Kafir dan Muslim'

Jadi apa sebenarnya perbedaan orang kafir dengan orang muslim ? Sebagian orang menjawab orang kafir tidak percaya kepada Allah sedangkan seorang muslim percaya kepada Allah.

Jawaban di atas betul, namun belum menyentuh hal yang mendasar atau substansial. Mengapa ? Karena apakah kalau kita mengatakan bahwa percaya kepada Allah kemudian otomatis bisa disebut sebagai muslim ?

Mari hal ini lebih diperjelas. Misalnya ada orang yang mengaku percaya kepada Allah, namun dia melakukan penyembahan kepada benda-benda keramat, atau dia mempraktekkan sihir, atau percaya dengan dukun-dukun, apakah dia dapat disebut muslim ?

Secara zahirnya dia tetap muslim bila memang dia masih ngotot mengatakan bahwa dirinya adalah muslim. Namun karena dia melakukan hal-hal yang musyrik atau menyekutukan Allah maka bisa jadi dia bukan muslim di mata Allah.

Mungkin ada yang membela dengan mengatakan bahwa orang tersebut melakukan hal itu karena tidak tahu. Inilah masalah yang sebenarnya.. Dr. Abul A’la Maududi, (ulama terkemuka dari Pakistan) menyatakan bahwa perbedaan orang kafir dengan orang muslim terletak kepada “pengetahuannya”.

Seorang muslim mengetahui tuhan yang sebenarnya, yaitu Allah sedangkan orang kafir tidak. Orang muslim bisa yakin karena tahu. Kalau dia menyatakan yakin kepada Allah tapi dia tidak memiliki pengetahuan mengenai Allah maka keyakinan tersebut adalah semu. Mungkin dia meyakini Allah hanya karena dilahirkan dari keluarga muslim. Namun hakekatnya dia belum benar-benar meyakini Allah jika dia belum pernah mempelajari siapa itu Allah.

Wajar saja seorang muslim menganggap orang lain yang tidak percaya kepada Allah adalah kafir. Karena seorang muslim memiliki pengetahuan yang membuat dia berkeyakinan bahwa tuhan yang sebenarnya hanyalah Allah. Demikian pula seorang muslim mengetahui apa yang dikehendaki Allah sedangkan orang kafir tidak mengetahui. Allah memerintahkan kita untuk tidak menyekutukannya,. Oleh karena itu seorang muslim yang mengetahui hal itu tentu tidak akan melakukan hal-hal yang musyrik.

Jadi masalahnya adalah antara “tahu” dengan “tidak tahu”. Perbedaan antara kafir dengan muslim adalah “tahu” dengan “tidak tahu”. Kalau kita merasa tidak tahu, harus “mencari tahu”.

Adakah orang yang tahu tapi tetap tidak mau beriman kepada Allah ? Jawabannya mungkin saja ada, yaitu orang-orang yang terkotori hatinya oleh hawa nafsu. Dia sebetulnya mengetahui dalam hati kecilnya bahwa keyakinan umat Islam akan tuhan Allah itu adalah benar, namun oleh karena kedengkiannya, kesombongannya atau kekhawatirannya kehilangan kesenangan hidup di dunia, maka dia menolak untuk beriman kepada Allah.

“Mereka mengingkari agama karena dengki dan sombong, padahal hati mereka sendiri meyakininya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan ” (Q.S. An Naml: 14)


'Syahadat adalah Pintu Masuk Kepada Islam'

Di atas telah dinyatakan bahwa secara zahirnya seseorang tetap dianggap muslim bila memang dia masih ngotot mengatakan bahwa dirinya adalah muslim walaupun mungkin dia melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Namun cara menyatakan bahwa dirinya adalah muslim ada tata caranya, yaitu dengan membaca dua kalimat syahadat.

Keyakinan itu harus diucapkan atau dinyatakan oleh mulut. Kalau tidak, bagaimana orang lain tahu bahwa dia mempercayai Allah ? Itulah pentingnya syahadat. Syahadat merupakan pintu masuk kepada Islam (madkhola ilaa Al-Islam). Terutama orang yang semula tidak Islam kemudian kembali kepada pangkuan Islam, harus mengikrarkan dua kalimat syahadat. Hal ini bertujuan agar khalayak mengetahui keislamannya.

Oleh karena itu definisi beriman adalah “ikraru bilisan, tasdiqu bil qolbi , wa amalu bil jasaad (diikrarkan secar lisan, membenarkan atau meyakini dalam hati kemudian diamalkan oleh seluruh tubuh).


'Syahadat adalah Pintu Kefahaman Terhadap Islam'

Untuk dapat meyakini akan adanya Allah, seseorang harus mengerti dan memahami bukti-bukti keberadaan Allah. Dan Islam tidak pernah memaksakan keyakinan tersebut. Melainkan Allah menyuruh manusia untuk menggunakan otaknya untuk merenung, mentadaburi ayat-ayat Allah dan berpikir.

“Dialah yang menciptakan matahari bersinar dan bulan yang bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tahapan-tahapan) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan yang demikian itu kecuali dengan haq (ada maksudnya). Dia menjelaskan tanda-tanda (adanya Allah) kepada orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan dibumi, benar-benar terdapat bukti-bukti (adanya Allah) bagi orang yang bertaqwa”. (Q.S. Yunus : 5 - 6)

Hanya dengan ilmu-lah manusia bisa sampai kepada keyakinan akan keberadaan dan keesaan Allah sebagaimana dinyatakan di dalam Al-Qur’an

“Allah menyatakan bahwa tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan demikian. Tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S Al Imran : 18)

Untuk memahami siapa itu Allah, bagaimana sifat-sifatnya, apa yang dikehendakinya, pintunya adalah mempelajari dua kalimat syahadat. Mungkin selama ini Anda sering mengucapkan syahadat namun tidak mendalami makna sesungguhnya dibalik kalimat tersebut. Syahadat adalah kalimat sumpah. Apakah sebuah sumpah bisa diucapkan begitu saja tanpa ada konsekuensinya ?. Apakah konsekuensinya ? Itulah yang harus Anda pelajari.

Oleh karena itu dalam pandangan Allah tidak sama bobotnya orang yang beriman dengan ilmu dan pemahaman dibandingkan dengan orang yang beriman tanpa ilmu.

“...Katakanlah Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yangtidak mengetahui ? Sesungguhnya orang-orangyang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Q.S. Az Zumar : 9)


'Syahadat adalah Hakikat Dakwah Rasul '

Semua Rasul dari semenjak Adam a.s. hingga Nabi Muhammad SAW mendakwahkan kalimat tauhid Laa Ilaa ha Illa Allah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat berikut :

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu sebuah diin sebagaimana telah disyari’atkanNya kepada Nuh dam sebagaimana telah diwahyukan kepada mua dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkan diin ini dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik diin yang kamu seru ini. Allah menarik kepada diin ini orang-orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada diin ini orang-orang yang dikehendakiNya” (Q.S. Asy Syuura :13)

Inilah hakekat da’wah para Rasul, demikian pula misi Rasulullah Muhammad yaitu mengajak kepada kemurnian dan pemahaman kalimat tauhid Laa Ilaa ha Illa Allah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat berikut :

“Katakanlah “ Sesungguhnya aku ini (Muhammad) hanyalah manusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa” Barang siapa mengharap perjumpaannya dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia menyekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (Q.S. Al Kahfi : 110)

Demikian pula dinyatakan sendiri oleh Rasulullah di dalam hadits :

“Aku diperintahkan agar memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Illaaha Illa Allah. Jika mereka mengucapkannya maka terpeliharalah nyawa dan hartanya kecuali dengan alasan yang benar. Adapun perhitungan mereka terserah kepada Allah”. (H.R. Bukhari)

Itulah sebabnya orang yang mengikrarkan syahdat tetap dianggap berstatus sebagai orang muslim, walaupun mungkin ia berbuat kemusyrikan dan kemaksiatan, sepanjang hal tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan dan menantang. Kecuali orang yang secara terang-terangan menyatakan dirinya bukan muslim maka dia dihukumi sebagai orang murtad.


'Syahadat adalah Dasar-Dasar Perubahan'

Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mengutus Muadz bin Jabal untuk mengajarkan dua kalimat Syahadat terutama kalimat Laa Illaaha Illa Allah. Mengapa ? Karena pemahaman akan kalimat syahadat ini adalah dasar bagi terjadinya perubahan.

Dengan memahami syahadat secara mendalam, seorang yang keras seperti Umar pun akan luluh hatinya. Dengan menghayati makna di balik kalimat syahadat, seorang panglima kaum kafir seperti Khalid bin Walid bisa berbalik 180 derajat menjadi panglima pembela Islam.

Perubahan tersebut diawali dari perubahan di dalam diri atau individu seseorang. Yang tadinya tidak peduli dengan kebenaran menjadi penduli. Yang tadinya menganggap tidak penting mempelajari agama kini merasa penting. Yangtadinya tidak mau menjadi mau. Sehingga akhirnya yang tadinya tidak tahu menjadi tahu.

Islam mewajibkan orang yang beriilmu untuk mengamalkan ilmunya dan menyebarkan kepada orang lain. Sehingga berangkat dari perubahan pada individu tadi maka akan terjadi perubahan pula pada istri ,anak-anaknya, kaum kerabatnya, teman-temannya dan lingkungannya. Demikian seterusnya hingga peruabahan tersebut terus menjalar menjadi perubahan dalam perlaku sosial masyarakat .


'Syahadat adalah Pintu Menuju Makrifatullah '

Hanya melalui syahadatlah manusia bisa mengenal Allah (ma’rifatullah). Dan dengan mengenal Allah-lah manusia bisa menuju kepada keimanan dan taqwa. Kalau sudah demikian barulah manusia bisa melaksanakan misinya sebagai khalifatullah. Misi yang diemban manusia sebagai khalifatullah adalah menegakkan diin (tamkinuddiin). Maka dengan kekuasaan inilah manusia yang beriman dapat melakukan perubahan dan perbaikan di muka bumi. Dengan demikian Allah akan mewariskan bumi ini kepada manusia yang beriman.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjalan amal-amal yang saleh bahwa Dia akan sungguh-sungguh menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana telah Dia jadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yangtelah diridhaiNya untuk mereka....”(Q.S. An Nuur : 55).

Wallahua'lam bishowab.


Bersambung bag.2

SERI MA’RIFATULLAH 'JALAN MENUJU MA’RIFATULLAH' (Atthooriqu ilaa Ma’rifatullah)








BAGIAN 2

Cc: Abuakmal Mubarok
----------------------------

Mereka Bertanya Tentang Tuhan (Allah) !

Karen Armstrong menulis buku yang terkenal “Sejarah Tuhan” berkesimpulan bahwa Tuhan merupakan produk imajinasi kreatif sebagaimana halnya seni dan musik. Bahkan dia mengatakan bahwa gagasan mengenai Tuhan itu sepenuhnya buatan manusia, tidak bisa tidak ) .

Mengapa ada manusia yang tidak sampai pada suatu kesimpulan bahwa Tuhan itu ada ? Sedangkan sebagian manusia meyakini Tuhan itu ada.
Tetapi keyakinan ini dianggap sebagai keyakinan semu, karena keyakinan itu diciptakan atau diindoktrinasikan sendiri kedalam dirinya sendiri. Sebagaimana ungkapan Karen Armstrong yang menyatakan : “Ketimbang menanti Tuhan turun dari ketinggian, saya mesti secara sengaja menciptakan rasa tentang DIA di dalam diri saya”) .

Sebagian besar orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan sebenarnya lebih disebabkan karena kegagalannya dalam memahami konsep ketuhanan dalam agamanya. James Joyce seperti dikutip oleh Karen Armstrong menyatakan bahwa Tuhan merupakan figur kabur yang lebih didefinisikan melalui abstraksi intelektual daripada imajinasi.

Yang perlu diingat adalah bahwa ketidakjelasan figur Tuhan TIDAK membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Demikian pula kegagalan kita dalam memahami siapa itu Tuhan sama sekali TIDAK membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada.


Antara Akal dan Hati

Sebagian orang berpendapat bahwa Tuhan di luar jangkauan otak manusia. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Karena apa gunanya manusia dianugerahi otak dan akal pikiran kalau Tuhan tidak bisa dipahami. Justru dengan otak dan akal pikiran itulah manusia memiliki senjata yang lebih dibandingkan makhluk lainnya.

Setiap orang pasti menggunakan otak dan akal pikirannya untuk memahami sesuatu. Orang yang percaya Tuhan dan orang yang tidak percaya Tuhan sama-sama menggunakan otak dan akal pikirannya. Yang menjadi masalah adalah bagaimana cara dia berpikir..?!

Akal pikiran itu memiliki berbagai sumber masukan. Orang yang cenderung materialis, hanya berpikir kepada apa yang nampak atau yang dapat ditangkap oleh panca inderanya saja. Sehingga sumber masukan otaknya semata-mata mengandalkan panca inderanya. Demikian pula sikapnya ketika mencoba memahami Tuhan, dia menuntut agar Tuhan tersebut bisa ditangkap oleh panca inderanya.

Sebagai contoh, A.J. Ayer berkata “apa gunanya percaya kepada Tuhan ?”.
Ilmu alam dan sains teknologi merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat diandalkan karena dapat diuji secara empiris. Pernyataan bahwa “ada kehidupan di Mars bukanlah pernyataan tanpa makna karena tersedia teknologi yang diperlukan untuk membuktikannya. Sedangkan Teisme sangat tidak koheren dan tidak dapat diverifikasi atau dibuktikan kekeliruannya sehingga berbicara mengenai kepercayaan atau ketidak percayaan, beriman atau tidak beriman secara logis adalah mustahil ) .

Tuntutan A.J. Ayer untuk dapat membuktikan Tuhan secara empiris sama seperti tuntutan bani israil ketika di bukit Thursina :

“Dan ingatlah ketika kamu berkata : Hai Musa, kami tidak akan beriman kepada Tuhan sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kemudian kamu disambar petir, sedang kamu menyaksikannya.” (Q.S. Al-Baqoroh : 55)

Al-Qur’an tidak menafikan digunakannya pancaindera sebagai masukan kepada akal pikiran untuk memahami keberadaan Tuhan, seperti dikatakan :

“...Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ? Kemudian lihatlah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan suatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (Q.S. Al-Mulk : 3-4)

Bukankah untuk melihat diperlukan mata sebagai salah satu pancaindera ?
Namun Al-Qur’an senantiasa mengingatkan bahwa Allah menciptakan pancaindera didampingi dengan HATI :

“Katakanlah, Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan “afidah (hati) namun sedikit sekali kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Mulk :23)

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, pengelihatan dan hari (afidah) namun kamu sedikit sekali bersyukur” (Q.S. As Sajdah: 9)

Inilah perbedaannya. Orang yang cenderung berpikir materialis hanya membatasi diri menerima masukan dari pancainderanya. Sedangkan orang yang tidak cenderung berpikir hanif (lurus), disamping menggunakan pancainderanya juga menggunakan hatinya untuk membisikkan suara hati kecilnya kepada otaknya.

Mengapa kita tidak boleh hanya menggunakan pancaindera saja, melainkan juga harus mengikut sertakan hati dalam berpikir ?
Jawabannya karena manusia itu terdiri dari jasad kasar dan ruh. Panca indera adalah perangkat dari jasad, sedangkan hati adalah juru bicara ruh.

Orang yang mendengarkan kata hatinya , akan merasakan adanya sesuatu di luar dirinya yang mengatur kehidupannya. Demikian pula ketika dia memandang ke alam semesta, hatinya akan membisikkan ke otakknya akan rasa keagungan pencipta alam semesta ini. Karena perasaan ini memang telah ditanamkan oleh di dalam hatinya, sebagaimana Allah digambarkan Al-Qur’an kesaksian ruh ketika di alam akhirat sebelum dimasukkan ke dalam jasad manusia :

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menjadikan keturunan Bani Adam dari tulang punggung mereka dan Allah mengambil kesaksian atas diri mereka “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?” Mereka menjawab : “Betul, kami menjadi saksi”. Yang demikian itu agar kamu tidak mengatakan di hari kiamat kelak “Sesungguhnya kamu orang-orang yang lupa tentang hal ini”. (Q.S. Al-Araaf : 172)

Namun pada jaman sekarang ini, dimana demikian banyak kegiatan dan kesibukan, maka kebanyakan manusia mengabaikan suara hatinya. Terlebih lagi ketika orang hidup di tengah kemewahan, hiruk pikuk ketenaran dan sanjungan orang banyak, maka suara hati tersebut sama sekali tidak terdengar.

Hal inilah yang terjadi pada orang-orang yang gagal memahami dan merasakan kehadiran Tuhan. Hal ini diakui sendiri oleh orang semacam Karen Armstrong yang menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa agama tampak tidak relevan pada masa sekarang adalah karena banyak di antara kita tidak lagi memiliki rasa bahwa kita dikelilingi oleh yang gaib. Kultur ilmiah kita telah mendidik kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir di hadapan kita ) .

Lebih lanjut Rudolf Otto dalam bukuya Idea of the Holy menyatakan bahwa perasaan akan adanya yang gaib ini (numinous) adalah dasar dari agama. Kadang orang merasa kecut, kagum dan hina di hadapan kekuatan misterius yang melekat dalam setiap aspek kehidupan ) .


Tafakkur dan Tadabbur

Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan dan memikirkan segala sesuatu mengenai alam ini. Proses ini disebut sebagai tafakkur fil kaun. Atau memikirkan mengenai ayat-ayat Allah di alam :

“Katakanlah : Perhatikanlah apa-apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat ayat-ayat dan peringatan-peringatan terhadap kaum yang tidak beriman” (Q.S. Yunus 101)

Bahkan ayat-ayatAllah itu begitu menakjubkan bertaburan di dalam diri kita sendiri. Karena tubuh kita yang penuh dengan keajaiban ini adalah bukti akan adanya campur tangan Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami pada segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri ...” (Q.S. Adz Dzariyat : 53)

Tetapi tidak cukup hanya tafakkur untuk mengetahui hakekat Tuhan. Karena Tuhan tidak akan dapat kita pikirkan dengan akal pikiran kita sendiri. Kita akan mengetahui sifat-sifat Tuhan apabila Dia sendirilah yang memberitahu kita melalui kitabnya. Untuk itu kita memang harus menengok kitab Allah agar mengerti mengenai Tuhan. Proses ini disebut dengan tadabbur.

Melalui tadabur kitab alquran, kita diberitahu bahwa TIDAK MUNGKIN tuhan itu banyak.

“Katakanlah Jika ada bersama Nya beberapa tuhan, sebagaimana perkataan orang-orang, niscaya tuhan-tuhan itu akan mencari jalan (sendiri-sendiri) kepada yang mempunyai Arasy” (Q.S. Al-Israa’ : 42)

Proses berfikir dengan melibatkan pancaindera, dan hati serta mencari masukan melalui tafakkur kuauniyyah serta tadabbur kitabullah seperti inilah yang disarankan oleh Al-Qur’an, sebagaimana digambarkan sebagai perilaku orang-orang ulil albab :

“Sesungguhnya adalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantiny amalam dan sianga terdapat tanda bagi Ulil Albab” (Q.S. Ali Imran : 190)


Siapakah Ulil Albab itu ?

“(Yaitu) orang-orang yang memikirkan Allah dalam keadaan berdiri duduk dan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi....” (Q.S. Ali Imran : 191)


Membenarkan dan Meragukan

Orang yang hanya mengandalkan akal pikirannya sendiri saja, berdasarkan apa-apa yag mampu ditangkap panca inderanya saja, tidak akan dapat memahami keberadaan Tuhan walaupun ribuan kali dia memandangi langit. Kemudian apabila mereka diliputi dengan keragu-raguan mengenai adanya penciptaan yang dilakukan oleh Tuhan :

“Maka apakah kami lemah dalam penciptaan pertama ? Bahkan mereka ragu-ragu dengan penciptaan yang baru” (Q.S. Qaaf : 15)

Sebaliknya orang yang menggunakan pancaindera, serta mendengarkan suara hati akan merasakan keagungan alam ini, dan berhasil memahami kerumitan pengaturan semesta, sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang membenarkan (tashdiiq) akan adanya proses penciptaan dan ada yang mengatur alam sebagaimana Ulil Albab mencapai pada pemahaman ini :

“(Yaitu) orang-orang yang memikirkan Allah dalam keadaan berdiri duduk dan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata ‘Ya Tuhan Kami tidaklah Engkau cipatakan ini semua dengan sia-sia, Maha SUci Engkau maka hindarkanlah kami dari siksa neraka” (Q.S. Ali Imran : 191)

Akibat dari ketidakmampuan mereka memahami Tuhan, mereka melakukan spekulasi, dugaan-dugaan (zhon), serta menyusun teori ini dan itu. Mereka menyangka Tuhan ini begini dan begitu.

“Sesungguhnya kebanyakan mereka hanyalah mengikuti persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak dapat mengalahkan kebenaran sedikit pun. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” (Q.S. Yunus : 36)

Lihatlah betapa berbedanya kesudahan dan hasil akhir antara orang yang hanya menggunakan akal pikiran yang bersumber dari panca inderanya saja dengan orang yang menggunakan mata hatinya. Sigmund Freud yang dengan bodohnya menyimpulkan bahwa gagasan tentang Tuhan adalah suatu ketidakdewasaan yang akan dituntaskan dengan sains. Sementara Dr. Yusuf Qardhawiy dalam bukunya berjudul “Menyongsong Abad 21” berkesimpulan bahwa “Keimanan tidak hanya berguna untuk terhindar dari api neraka melainkan juga berguna untuk membangun alam”.


Hakekat Kafir Yang Sesungguhnya

Orang-orang yang tidak sampai otaknya untuk memahami ayat-ayat Tuhan di alam ini kemudian membuat kesimpulan2 yang berlawanan dengan Ulil Albab di atas.

Bahkan diantara mereka ada yang betul-betul menutup dirinya dari bukti-bukti kebenaran. Seperti perkataan Jean Paul Satre bahwa ide mengenai Tuhan itu ibarat sebuah lubang berbentuk Tuhan dalam kesadaran manusia. Dan seandainya Tuhan itu sungguh-sungguh ada, Dia tetap perlu di tolak ! Sebab menurut Jean Paul Satre gagasan tentang Tuhan menafikkan kemerdekaan kita.

Lihatlah orang seperti Jean Paul Satre itu, seandainya pun memang ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Tuhan itu ada, dia tetap keras kepala untuk menolaknya. Orang seperti ini pada hakekatnya menutup dirinya sendiri dari kebenaran :

“Dan siapakah yang lebih aniaya dari pada orang yang diberi pengajaran dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia bepaling daripadanya dan melupakan apa-apa yangtelah dikerjakan kedua tangannya ? Sesungguhnya kami menjadikan atas hati mereka tutupan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan pada telinga mereka sumbatan. Karena itu jika engkau menyeru mereka kepada petunjuk, mereka tidak memperoleh petunjuk selama-lamanya.” (Q.S. Al-Kahfi : 57)

Seorang ulama besar dari Pakistan, yaitu Abul A’la Maududui berkata bahwa orang yang menutup dirinya sendiri, disebut dengan istilah “Kafir”. Karena istilah kafir berasal dari kata “kufr” yang artinya “menutup” seperti sebuah tutup menutup gelas. Orang seperti ini memiliki beribu alasan untuk menolak Tuhan, walaupun alasan tersebut sangat tidak masuk akal.

Sebagai contoh Albert Camus melihat secara picik bahwa orang sering saling membunuh untuk alasan cinta kepada Tuhan. Sehingga Albert Camus beralasan bahwa “Orang harus menolak Tuhan secara membabi buta agar cinta kasih mereka sepenuhnya tercurah kepada umat manusia”.

“Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya..” (Q.S. Al-A’raaf : 146)

Untuk orang-orang yang sudah menutup dirinya sendiri dari kebenaran, maka Allah akan menetapkan putusan takdir untuk menutup suara hatinya. Maka niscaya tidak akan bersuara dan tidak akan terdengar suara hatinya untuk selama-lamanya.

“Sesungguhnya orang-orang yang telah tetap atas mereka kalimat Tuhan mu mereka tidak akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala tanda-tanda (kebesaran Allah) sampai mereka menyaksikan adzab yang pedih” (Q.S. Yunus 96-97)

“Dan kami jadikan pada hati mereka tutupan untuk memahami (hakekat sesuatu) dan pada telinga mereka (Kami jadikan) sumbatan. Apabila engkau menyebutkan kata-kata Tuhan saja di dalam Al-Qur’an, maka mereka berpaling ke belakang” (Q.S. Al-Israa’ : 46)

Maka orang-orang seperti ini tidak akan menemukan jalan untuk mengenal Allah atau Ma’rifatullah selamanya. Sebagaimana perkataan Paul van Buren yang skeptis bahwa “pembicaraan mengenai Tuhan sudah tidak mungkin lagi dilakukan di dunia ini”.


bersambung bag.3

(SERI MA’RIFATULLAH) 'SYARAT TERKABULNYA SYAHADATAIN'









BAGIAN 3. TAMAT

Cc: Abuakmal Mubarok



Banyak Jalan Menuju Islam

Ayesha Abdullah Scott seorang gadis berdarah asli Inggris, telah membaca dalam sebuah buku yang menerangkan bahwa sekali mengucapkan dua kalimah syahadat dengan penuh kesungguhan, maka engkau akan menjadi seorang muslim. Kesederhanaan dan kemudahan Islam sejalan dengan kelugasan dan ketegasan ajaran tauhidnya. Maka cukup dengan berwudlu dan mengucapkan syahadat sendirian di kamarnya pada tahun 1975, Ayesha menyatakan diri menjadi seorang muslimah.

Memang untuk menjadi muslim sangatlah mudah, cukup mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu “Asyhadu Anna Laa Ilaaha Illa Allah Wa Asyhadu Anna Muhammadur Rasulullah” yang artinya Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah dan Aku bersaksi Muhammad Utusan Allah.

Siapa saja bisa masuk dengan mudah ke pekarangan kompleks Universitas Indonesia yang asri di Depok. Banyak cara dan banyak jalan untuk sampai ke pekarangan kompleks Universitas Indonesia yang asri di Depok . Namun tentu Anda tidak ingin hanya bermain-main di pekarangannya. Namun Anda ingin masuk dan duduk di bangku kuliahnya, belajar selama bertahun-tahun dan mendapat gelar sarjana bahkan kalau perlu lulus dengan predikat cum laude.

Dengan menjadi muslim, Anda telah selamat sampai di ambang pintu rumah Allah. Dengan berbagai cara dan jalan, siapapun dengan mudah akan sampai di pekarangan rumah Allah. Namun Anda perlu mengenal Allah lebih jauh agar Anda bisa mencintai Allah sehingga mendambakan untuk masuk dan tinggal bersama Allah di dalam surganya. Demikian Allah menginginkan Anda menunjukkan bukti cinta Anda kepada Nya sehingga Dia akan merengkuh tangan Anda untuk masuk ke surgaNya.


Terkabulnya Syahadat

Perumpamaan di atas untuk menggambarkan betapa mudahnya seseorang memeluk Islam, yaitu cukup mengucapkan sumpah berupa dua kalimat syahadat. Kalimat syahadat adalah sebuah pernyataan atau ikrar atau sumpah tentang keyakinan diri kita kepada Allah.

Sebagaiman layaknya seseorang mengucapkan janji kepada orang lain, maka belum tentu orang yang kita janjikan percaya atau menerima janji kita. Bahkan sumpah yang kita ucapkan dapat berbalik menjadi sumpah serapah jika janji tersebut tidak terbukti dalam sikap dan tingkah laku. Demikian pula Allah tidak akan menerima sumpah atau ikrar kita apabila tidak kita tindaklanjuti dengan bukti-bukti. Allah tidak akan mengabulkan syahadat yang kita ucapkan apabila tidak kita b uktikannya dalam tindakan dan tingkah laku.

Dengan mengucapkan kalimat syahadat, ibaratnya kita telah selamat sampai di pintu gerbang atau di pekarangan rumah Allah. Namun untuk masuk ke dalamnya, kita perlu melakukan usaha untuk mengenal Allah lebih dekat. Agar kita diterima dan dikabulkan tinggal dan bernaung di naungan Allah, terlebih dahulu kita harus mengenal apa yang dikehendakiNya, apa yang dicintaiNya, apa yang tidak disukaiNya dan lain-lain. Untuk itulah kita harus melakukan ma’rifatullah (usaha mengenal Allah).

“Orang-orang Arab dusun itu berkata ‘Kami telah beriman’ Katakanlah ‘Kamu belum beriman’ tetapi katakanlah ‘Kami telah Islam’ Dan keimanan itu belum masuk ke dalam hatimu Dan jika kamu taat kepada Allah dan RasulNya Dia tidak mengurangi sedikitpun pahala dari amal-amal kamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (Q.S. 49 : 14)

Berberapa hal yang dapat menjadikan diterima atau dikabulkannya syahadat yang kita ucapkan adalah sebagai berikut :

1. Ikhlash

Allah SWT akan menerima syahadat kita apabila kita melakukan itu dengan niat yang iklash. Ikhlash berarti perbuatan tersebut dilakukan hanya karena Allah atau hanya mengharap balasan dari Allah. Sebab adalah kebohongan besar apabila kita bersaksi tiada Tuhan selain Allah namun sumpah tersebut kita lakukan dengan motivasi selain Allah.

“Katakanlah ‘Sesungguhnya aku diperrintah agar aku menyembah Allah dengan mengiklashkan diin bagi-Nya dan aku diperintah agar menjadi orang muslim yang awal. Katakanlah ‘Sesungguhnya aku takut azab pada hari yang besar jika aku mendurhakai Tuhanku’ Katakanlah ‘Hanya Allah yang aku sembah dengan mengikhlashkan diin kepadaNya”. (Q.S. 39 : 11 - 14)

Adakalanya seseorang mengucapkan syahadat karena hendak mengawini wanita muslimah. Atau ada orang yang bersyahadat agar diterima dan aman dalam komunitas muslim, maka orang seperti ini secara zhohirnya bisa dikatakan Islam namun pada hakekatnya Allah tidak menerima syahadatnya.

Iklhash karena Allah juga berarti menafiqkan kesyirikan atau menolak mempersekutukan Allah. Apabila kita mengucapkan syahadat karena niat-nia t lain selain Allah maka hal itu sama saja dengan menduakan Allah atau menyekutukan Allah.


2. Berdasarkan Ilmu

Islam tidak menganjurkan seseorang melakukan sesuatu yang tidak dipahaminya. Sebaliknya Islam justru sangat menganjurkan agar orang memahami betul apa yang dilakukannya.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya” (Q.S. Al -Israa’ : 36)

Oleh karena itu tidak ada paksaan untuk memeluk Islam. Orang dianjurkan untuk terlebih dahulu mempelajari dan memahami Islam sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Tak ada paksaan memasuki diin (Islam) karena sesungguhnya telah jelas kebenaran daripada kesesatan...” (Q.S. 2 : 256 )

Oleh karena itu dalam Al-Qur’an Allah sering mengawali penjelasan mengenai diriNya dengan kata “fa’lam ( ) yang artinya “ketahuilah” atau “pahamilah”.

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah dan mohon ampunlah bagi dosamu dan dosa orang mu’min laki-laki dan perempuan. Allah mengetahui tempat berpindah-pindah mu dan tempat menetapmu” (Q.S. 47 : 19)

Hal itu menunjukkan bahwa Allah menghendaki keimanan dilakukan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman. Allah akan mengabulkan syahadat yang diucapkan apabila disertai dengan pemahaman yang benar mengenai makna syahadat tersebut. Sebab tidak ada artinya mengucapkan syahadat hanya di bibir saja, sementara dia tidak mengerti apa makna syahadat tersebut, lebih lanjut lagi tentu dia tidak akan memahami apa konsekuensi mengucapkan kalimat syahadat tersebut.


3. Membenarkan

Syahadat yang benar artinya menafikkan kebohongan dalam dirinya. Dan kebenaran syahadat tersebut dibuktikan dengan amal dan berjuang di jalan Allah. Itulah yang Allah menyebutnya sebagai orang-orang yang shidiq (benar janjinya).

“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu berjuang dengan harta dan diri mereka pada jalan Allah,. Mereka itulah orang-orang yang benar (shoodiqun)” (Q.S. 49 : 15)

Allah juga akan menguji apakah janji atau sumpah yang kita ucapkan itu benar atau tidak.

“Alif Laam Miim. Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan mengatakan “Kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya kami telah mengujiorang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orangyang benar (shodaqu) dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (kadzibiin)” (Q.S. Al-Ankabuut : 1-3)

Oleh karena itu berapa banyak kita mendengar cerita orang-orang yang menyatakan ke-Islaman-an nya kemudian menghadapi cobaan yang berat, dari mulai rezekinya yang berubah menjadi sempit, dikucilkan dalam pergaulan sampai dengan mengalami siksaan dari kaum kerabat. Itu semua merupakan ujian bagi janji atau sumpah syahadat yang diucapkan. Sedangkan bagi kita yang sedari kecil telah Islam, maka tidak mustahil juga akan dihadapkan dengan ujian oleh Allah, namun bentuk ujiannya mungkin berbeda dengan orang yang baru masuk Islam.


4. Meyakini

Syahadat harus diucapkan berlandaskan keyakinan. Artinya tidak ada keragu-raguan di dalam hati Yakin seyakin-yakinnya berbeda dengan yakin di bibir saja. Syahadat yang benar adalah apabila Anda yakin akan adanya Allah sebagaimana yakinnya Anda bahwa matahari akan terbit dari Timur keesokan hari.

Untuk bisa memiliki tingkat keyakinan sejauh itu, Anda harus benar-benar merenungi alam semesta ini, memperhatikan bagaimana logika yang ditawarkan Al-Qur’an dalam memahami keberadaan Allah, serta memahami sifat dan karakter Allah. Anda harus melakukan ma’rifatullah sehingga memiliki keyakinan seolah-olah dapat memandang Allah dengan mata kepala sendiri. Inilah yang disebutkan Al-Qur’an dengan istilah ‘ainul yaqiin (yakin karena melihat dengan mata kepala sendiri).

“Sebenarnya sekiranya kamu mengetahuinya dan meyakini (berdasarkan) pengetahuan (‘ilmal yaqiin). Sungguh kamu akan melihat neraka kemudian sungguh kamu akan melihatnya sehingga yakin (berdasarkan) penglihatan (a’inul yaqiin)” (Q.S. 102 : 5 – 7)

Syahadat yang dilandasi oleh keyakinan seperti di atas adalah syahadat yang terhunjam kokoh di dalam lubuk sanubari, tidak akan goyah karena terancam susah, tetap beriman walau diterpa cercaan dan ancaman dan tak akan lekang oleh zaman.


5. Mengabulkan dalam Hati

Mengabulkan di dalam hati berarti menafiqkan adanya perasaan menolak di dalam hati Sehingga ketika mengucapkan syahadat tidak ada ganjalan di dalam hati.

“Tetapi tidak. Demi Tuhanmu mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan Engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan kemudian di dalam hati mereka tidak terdapat rasa keberatan atas apa yang engkau putuskan dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (Q.S 4 : 65)

Sikap ini juga dibuktikan dengan tidak adanya sikap pilih-pilih atau setengah-setengah dalam menerima hukum Allah.


6. Mengamalkan Konsekuensi Syahadat

Dari uraian sebelumnya di atas, dappat kita lihat bahwa pada dasarnya janji itu harus dibuktikan. Mulai dari memahami, meyakini, membenarkan dan sebagainya, namun ujungnya adalah nampak dalam perbuatan. Janji atau sumpah yang benar harus dibuktikan dengan perbuatan atau amal. Sehingga syarat terkabulnya syahadat adalah menolak kepasifan .

“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulnNya kemudian mereka tidak ragu-ragu berjuang dengan harta dan diri mereka pada jalan Allah,. Mereka itulah orang-orang yang benar (shoodiqun)” (Q.S. 49 : 15)


* E V A L U A S I D I R I:

'Jangan mengkafirkan orang yang masih mendirikan shalat karena itu merupakan perbuatan dosa meskipun mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa' (H.R. At-Thabrani dlm 1100 hadits pilihan hal 130).