Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

SERI MA’RIFATULLAH 'PENTINGNYA DUA KALIMAT SYAHADAT' (Ahamiyatu Syahadatain)










BAGIAN 01


Cc: Abuakmal Mubarok


Saya Percaya Tuhan ?

Orang yang tidak percaya sama sekali dengan adanya Tuhan disebut atheis. Kita sepakat bahwa dari sudut pandang orang yang percaya akan adanya Tuhan maka orang atheis ini tergolong orang yang kafir.

Namun ada orang yang percaya akan adanya Tuhan, namun dia tidak tahu siapa dan bagaimana Tuhan itu, dan dia tidak meyakini satu agamapun. Orang seperti ini disebut orang Agnostik. Dari sudut pondang agama-agama, maka orang seperti ini tetap dianggap kafir.

Mengapa dia dianggap kafir padahal dia percaya Tuhan ? Masalahnya adalah Tuhan yang mana ? Jika yang dia Tuhankan itu adalah matahari, maka dia tergolong kafir. Apabila dia percaya kepada Tuhan namun Tuhannya berjumlah banyak maka bagi penganut monotheisme (yang berpaham Tuhan hanya satu) orang tersebut adalah kafir.

Jadi tidak ada artinya seseorang mempercayai adanya Tuhan, namun dia tidak menindaklanjuti dan memperjelas Tuhan yang mana, Tuhan yang seperti apa, bahkan lebih lanjut lagi Tuhan yang menyuruh kita berbuat apa.

Masalahnya, satu agama dengan agama yang lain memiliki konsep ketuhanan yang berbeda. Semua sepakat bahwa yang paling benar adalah kita mempercayai kepada tuhan yang sebenarnya, yaitu tuhan yang benar-benar tuhan. Namun masalahnya siapakah tuhan yang sebenar-benarnya tuhan itu ? Ada orang berpendapat bahwa tidak ada orang yang tahu siapakah Tuhan yang sebenarnya. Masing-masing agama memiliki konsep tersendiri dan semuanya bisa jadi benar. Hanya Tuhan sendirilah yang tahu tuhan yang sebenarnya. Orang seperti ini mengambil sikap bahwa tuhan seperti apapun juga konsepnya tidak masalah, yang penting maksudnya adalah sama, yaitu Tuhan pencipta alam.

Pendapat bahwa semua agama benar dan semua tuhan adalah sama, mugkin hanya dilontarkan oleh orang-orang yang merasa tidak mengetahui secara pasti yang mana tuhan yang sebenarnya. Namun bagi orang yang dengan kemampuan nalarnya bisa mencapai kepastian siapa tuhan yang sebenarnya, tidak akan menganggap bahwa tuhan yang lain juga benar.

Dengan nalar akal sehat, kita akan mencapai pada suatu kesimpulan bahwa tuhan yang sebenarnya adalah satu atau esa. Tidak mungkin tuhan yang sebenarnya itu lebih dari satu. Demikian pula dengan nalar yang obyektif, dengan jiwa yang bersih tanpa dikotori oleh hawa nafsu, kita juga dengan mudah sampai pada kesimpulan bahwa konsep ketuhanan yang masih asli adalah tuhannya umat Islam yaitu tuhan Allah. Dengan kata lain Allah-lah tuhan yang sebenar-benarnya tuhan.

Maka dengan keyakinan seperti di atas, orang yang mempercayai satu Tuhan dari agama-agama yang ada, namun tidak meyakini konsep Tuhannya umat Islam, yaitu Allah, menurut keyakinan aqidah Islam orang tersebut tetap tergolong sebagai orang kafir.


'Perbedaan Kafir dan Muslim'

Jadi apa sebenarnya perbedaan orang kafir dengan orang muslim ? Sebagian orang menjawab orang kafir tidak percaya kepada Allah sedangkan seorang muslim percaya kepada Allah.

Jawaban di atas betul, namun belum menyentuh hal yang mendasar atau substansial. Mengapa ? Karena apakah kalau kita mengatakan bahwa percaya kepada Allah kemudian otomatis bisa disebut sebagai muslim ?

Mari hal ini lebih diperjelas. Misalnya ada orang yang mengaku percaya kepada Allah, namun dia melakukan penyembahan kepada benda-benda keramat, atau dia mempraktekkan sihir, atau percaya dengan dukun-dukun, apakah dia dapat disebut muslim ?

Secara zahirnya dia tetap muslim bila memang dia masih ngotot mengatakan bahwa dirinya adalah muslim. Namun karena dia melakukan hal-hal yang musyrik atau menyekutukan Allah maka bisa jadi dia bukan muslim di mata Allah.

Mungkin ada yang membela dengan mengatakan bahwa orang tersebut melakukan hal itu karena tidak tahu. Inilah masalah yang sebenarnya.. Dr. Abul A’la Maududi, (ulama terkemuka dari Pakistan) menyatakan bahwa perbedaan orang kafir dengan orang muslim terletak kepada “pengetahuannya”.

Seorang muslim mengetahui tuhan yang sebenarnya, yaitu Allah sedangkan orang kafir tidak. Orang muslim bisa yakin karena tahu. Kalau dia menyatakan yakin kepada Allah tapi dia tidak memiliki pengetahuan mengenai Allah maka keyakinan tersebut adalah semu. Mungkin dia meyakini Allah hanya karena dilahirkan dari keluarga muslim. Namun hakekatnya dia belum benar-benar meyakini Allah jika dia belum pernah mempelajari siapa itu Allah.

Wajar saja seorang muslim menganggap orang lain yang tidak percaya kepada Allah adalah kafir. Karena seorang muslim memiliki pengetahuan yang membuat dia berkeyakinan bahwa tuhan yang sebenarnya hanyalah Allah. Demikian pula seorang muslim mengetahui apa yang dikehendaki Allah sedangkan orang kafir tidak mengetahui. Allah memerintahkan kita untuk tidak menyekutukannya,. Oleh karena itu seorang muslim yang mengetahui hal itu tentu tidak akan melakukan hal-hal yang musyrik.

Jadi masalahnya adalah antara “tahu” dengan “tidak tahu”. Perbedaan antara kafir dengan muslim adalah “tahu” dengan “tidak tahu”. Kalau kita merasa tidak tahu, harus “mencari tahu”.

Adakah orang yang tahu tapi tetap tidak mau beriman kepada Allah ? Jawabannya mungkin saja ada, yaitu orang-orang yang terkotori hatinya oleh hawa nafsu. Dia sebetulnya mengetahui dalam hati kecilnya bahwa keyakinan umat Islam akan tuhan Allah itu adalah benar, namun oleh karena kedengkiannya, kesombongannya atau kekhawatirannya kehilangan kesenangan hidup di dunia, maka dia menolak untuk beriman kepada Allah.

“Mereka mengingkari agama karena dengki dan sombong, padahal hati mereka sendiri meyakininya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan ” (Q.S. An Naml: 14)


'Syahadat adalah Pintu Masuk Kepada Islam'

Di atas telah dinyatakan bahwa secara zahirnya seseorang tetap dianggap muslim bila memang dia masih ngotot mengatakan bahwa dirinya adalah muslim walaupun mungkin dia melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Namun cara menyatakan bahwa dirinya adalah muslim ada tata caranya, yaitu dengan membaca dua kalimat syahadat.

Keyakinan itu harus diucapkan atau dinyatakan oleh mulut. Kalau tidak, bagaimana orang lain tahu bahwa dia mempercayai Allah ? Itulah pentingnya syahadat. Syahadat merupakan pintu masuk kepada Islam (madkhola ilaa Al-Islam). Terutama orang yang semula tidak Islam kemudian kembali kepada pangkuan Islam, harus mengikrarkan dua kalimat syahadat. Hal ini bertujuan agar khalayak mengetahui keislamannya.

Oleh karena itu definisi beriman adalah “ikraru bilisan, tasdiqu bil qolbi , wa amalu bil jasaad (diikrarkan secar lisan, membenarkan atau meyakini dalam hati kemudian diamalkan oleh seluruh tubuh).


'Syahadat adalah Pintu Kefahaman Terhadap Islam'

Untuk dapat meyakini akan adanya Allah, seseorang harus mengerti dan memahami bukti-bukti keberadaan Allah. Dan Islam tidak pernah memaksakan keyakinan tersebut. Melainkan Allah menyuruh manusia untuk menggunakan otaknya untuk merenung, mentadaburi ayat-ayat Allah dan berpikir.

“Dialah yang menciptakan matahari bersinar dan bulan yang bercahaya dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tahapan-tahapan) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan yang demikian itu kecuali dengan haq (ada maksudnya). Dia menjelaskan tanda-tanda (adanya Allah) kepada orang yang mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan dibumi, benar-benar terdapat bukti-bukti (adanya Allah) bagi orang yang bertaqwa”. (Q.S. Yunus : 5 - 6)

Hanya dengan ilmu-lah manusia bisa sampai kepada keyakinan akan keberadaan dan keesaan Allah sebagaimana dinyatakan di dalam Al-Qur’an

“Allah menyatakan bahwa tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan demikian. Tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S Al Imran : 18)

Untuk memahami siapa itu Allah, bagaimana sifat-sifatnya, apa yang dikehendakinya, pintunya adalah mempelajari dua kalimat syahadat. Mungkin selama ini Anda sering mengucapkan syahadat namun tidak mendalami makna sesungguhnya dibalik kalimat tersebut. Syahadat adalah kalimat sumpah. Apakah sebuah sumpah bisa diucapkan begitu saja tanpa ada konsekuensinya ?. Apakah konsekuensinya ? Itulah yang harus Anda pelajari.

Oleh karena itu dalam pandangan Allah tidak sama bobotnya orang yang beriman dengan ilmu dan pemahaman dibandingkan dengan orang yang beriman tanpa ilmu.

“...Katakanlah Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yangtidak mengetahui ? Sesungguhnya orang-orangyang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Q.S. Az Zumar : 9)


'Syahadat adalah Hakikat Dakwah Rasul '

Semua Rasul dari semenjak Adam a.s. hingga Nabi Muhammad SAW mendakwahkan kalimat tauhid Laa Ilaa ha Illa Allah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat berikut :

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu sebuah diin sebagaimana telah disyari’atkanNya kepada Nuh dam sebagaimana telah diwahyukan kepada mua dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkan diin ini dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik diin yang kamu seru ini. Allah menarik kepada diin ini orang-orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada diin ini orang-orang yang dikehendakiNya” (Q.S. Asy Syuura :13)

Inilah hakekat da’wah para Rasul, demikian pula misi Rasulullah Muhammad yaitu mengajak kepada kemurnian dan pemahaman kalimat tauhid Laa Ilaa ha Illa Allah, sebagaimana diungkapkan dalam ayat berikut :

“Katakanlah “ Sesungguhnya aku ini (Muhammad) hanyalah manusia biasa seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa” Barang siapa mengharap perjumpaannya dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia menyekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (Q.S. Al Kahfi : 110)

Demikian pula dinyatakan sendiri oleh Rasulullah di dalam hadits :

“Aku diperintahkan agar memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Illaaha Illa Allah. Jika mereka mengucapkannya maka terpeliharalah nyawa dan hartanya kecuali dengan alasan yang benar. Adapun perhitungan mereka terserah kepada Allah”. (H.R. Bukhari)

Itulah sebabnya orang yang mengikrarkan syahdat tetap dianggap berstatus sebagai orang muslim, walaupun mungkin ia berbuat kemusyrikan dan kemaksiatan, sepanjang hal tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan dan menantang. Kecuali orang yang secara terang-terangan menyatakan dirinya bukan muslim maka dia dihukumi sebagai orang murtad.


'Syahadat adalah Dasar-Dasar Perubahan'

Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mengutus Muadz bin Jabal untuk mengajarkan dua kalimat Syahadat terutama kalimat Laa Illaaha Illa Allah. Mengapa ? Karena pemahaman akan kalimat syahadat ini adalah dasar bagi terjadinya perubahan.

Dengan memahami syahadat secara mendalam, seorang yang keras seperti Umar pun akan luluh hatinya. Dengan menghayati makna di balik kalimat syahadat, seorang panglima kaum kafir seperti Khalid bin Walid bisa berbalik 180 derajat menjadi panglima pembela Islam.

Perubahan tersebut diawali dari perubahan di dalam diri atau individu seseorang. Yang tadinya tidak peduli dengan kebenaran menjadi penduli. Yang tadinya menganggap tidak penting mempelajari agama kini merasa penting. Yangtadinya tidak mau menjadi mau. Sehingga akhirnya yang tadinya tidak tahu menjadi tahu.

Islam mewajibkan orang yang beriilmu untuk mengamalkan ilmunya dan menyebarkan kepada orang lain. Sehingga berangkat dari perubahan pada individu tadi maka akan terjadi perubahan pula pada istri ,anak-anaknya, kaum kerabatnya, teman-temannya dan lingkungannya. Demikian seterusnya hingga peruabahan tersebut terus menjalar menjadi perubahan dalam perlaku sosial masyarakat .


'Syahadat adalah Pintu Menuju Makrifatullah '

Hanya melalui syahadatlah manusia bisa mengenal Allah (ma’rifatullah). Dan dengan mengenal Allah-lah manusia bisa menuju kepada keimanan dan taqwa. Kalau sudah demikian barulah manusia bisa melaksanakan misinya sebagai khalifatullah. Misi yang diemban manusia sebagai khalifatullah adalah menegakkan diin (tamkinuddiin). Maka dengan kekuasaan inilah manusia yang beriman dapat melakukan perubahan dan perbaikan di muka bumi. Dengan demikian Allah akan mewariskan bumi ini kepada manusia yang beriman.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjalan amal-amal yang saleh bahwa Dia akan sungguh-sungguh menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana telah Dia jadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yangtelah diridhaiNya untuk mereka....”(Q.S. An Nuur : 55).

Wallahua'lam bishowab.


Bersambung bag.2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar