Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

Tawasul









Kita tentu sering mendengar kata ini, tawasul. Ada orang yg mengatakan berdoa dengan tawasul kepada para wali Allah yg mempunyai karomah itu itu harus, karena doa kita sebagai orang awam yang lebih banyak dosa harus dilalui (diantarkan) dahulu kepada orang-orang shaleh sehingga baru akan sampai kepada yang dituju, yaitu Allah SWT.

Sebagian orang lagi mengatakan bahwa berdoa dengan perantara orang shaleh itu memang dibolehkan, akan tetapi perantara itu syaratnya ia adalah orang yang masih hidup dan bukan orang yang sudah meninggal.
Lalu bagaimana islam memandang masalah ini?
Tawasul masih berhubungan dengan wilayah khilafiyah, jadi perbedaan pendapat itu adalah hal wajar selama pendapat itu didasari dengan ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan.
Maka ijinkan saya sedikit memberi pandangan tentang hal ini.

Bertawasul, sebuah ungkapan yang sering kita dengar. Bertawasul secara bahasa diambil dari kata ‘wasilah’ yang artinya sesuatu yang dijadikan sarana agar sampai kepada sesuatu yang lain, sehingga tawasul berarti menjadikan sesuatu sarana agar sampai kepada tujuan.

Sedangkan secara istilah syari bisa dikatakan bahwa tawasul adalah usaha untuk sampai kepada keridhoan Allah serta surgaNya dengan melakukan apa yg disyariatkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang.
Didalam alquran disebutkan kata wasilah di surat Al-Maidah, 35 dan Al-isra’, 57 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (Qs.Al maidah, 35).

“ orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti” (Qs.Al Isra, 57).

 Maksud dari lafaz ayat ‘mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka’ adalah Nabi Isa a.s., Para Malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Dan secara umumnya,bertawasul berarti berdoa agar doa kita bisa sampai kepada yang diinginkan (Allah SWT).

Tawasul itu sendiri dibagi menjadi 2, yaitu tawasul yang dibolehkan dan tawasul yang dilarang.

A.                TAWASUL YANG DIPERBOLEHKAN.

1.                  Tawasul kepada Allah dengan menyebutkan asma dan sifat2Nya.

Hal ini sebagaimana petunjukNya dalam firman:
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya, nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (Qs. Al Arof, 180).

2.                  Bertawasul kepada Allah dengan menyebutkan keimanan dan amal sholeh yg pernah dilakukan.

Hal ini sebagaimana yg dikisahkan mengenai ucapan orang2 yg beriman dalam firmanNya:
“..dan jika kamu (hai orang-orang musyrik) menyerunya (berhala) untuk memberi petunjuk kepadamu, tidaklah berhala-berhala itu dapat memperkenankan seruanmu; sama saja (hasilnya) buat kamu menyeru mereka ataupun kamu herdiam diri” (Qs.Al Arof, 193).

“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar” (Qs.Al arof, 194).

Mengenai hal ini juga dijelaskan dalam hadist shahih bukhari yang panjang, yaitu kisah tentang tiga orang yang terjebak didalam goa dan tertutup batu yg besar.
Salah seorang diantara mereka berkata: “Sesungguhnya tidak ada yg menyelamatkan kalian kecuali kalian berdoa kepada Allah dengan menyebut amal sholeh kalian”.
Maka diantara mereka ada yg mengatakan,”Yaa Allah, dulu aku mengupah pegawai dan telah kuberikan gaji mereka kecuali satu orang, ia telah meninggalkan haknya dan pergi. Lalu akupun mengembangkan upahnya itu hingga menjadi harta yg banyak, kemudian setelah beberapa waktu lamanya ia datang lagi kepadaku dan berkata ‘wahai Abdullah (hamba Allah) berikanlah hakku yg dulu!’. Lalu aku berkata,”Semua yg kau lihat ini adalah dari upahmu, berupa unta, sapi, kambing dan sahaya.

Orang tersebut berkata,’wahai Abdullah, janganlah engkau menghinaku!’. Maka akupun mengatakan,’sungguh aku tidak menghinamu. Lalu orang tersebut mengambil semua haknya tanpa meninggalkan sedikitpun darinya.
Yaa Allah, sekiranya aku melakukan hal itu adalah untuk mengharap ridhoMu, maka lapangkanlah musibah yg menimpa kami”.
Maka bergeserlah batu besar tersebut sehingga mereka bisa berjalan keluar goa.
Hadist diatas diriwayatkan oleh imam bukhari dalam shahihnya 3/104 (2215) dan shahih muslim 8/89 (2743).

3.                  Bertawasul kepada Allah dengan menyebut lafaz tauhid.

hal ini sebagaimana dijelaskan dlam tawasul nabi yunus dalam firmanNya:
“…dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap (didalam perut ikan): "tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim” (Qs. Al Anbiyaa, 87-88).

4.                  Bertawasul kepada Allah dengan menampakkan kelemahan dan kebutuhannya kepada Allah.

hal ini sebagaimana dialami nabi ayyub dalam firmanNya:
“..dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang"(Qs.AL Anbiyaa, 83).

“Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah”(Qs.Al anbiyaa, 84).

5.                  Bertawasul kepada Allah dengan doa orang sholeh yang masih hidup.

hal ini dijelaskan sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat ketika mengalami kekeringan yg panjang dan mereka meminta kepada RAsulullah untuk berdoa kepada Allah agar menurunkan hujan. Dan ketika rasulullah sudah wafat, mereka meminta Abbas paman nabi untuk mendoakan bagi mereka.

6.                  Bertawasul kepada Allah dengan mengakui dosa-dosa yang pernah dilakukan.

hal ini seperti yang dilakukan nabi musa dalam firmanNya:
“Musa berdoa,’Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku’. Maka Allah mengampuninya, Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs. Al qoshosh, 16).


B.     TAWASUL YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN

Allah berfirman, "Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina" (Qs.Ghafir,60).
Ayat itu mengindikasikan bahwa berdoa itu adalah langsung kepada yg dituju, kepada yang maha mengabulkan doa, kepada Dzat yang hidup kekal abadi, BUKAN kepada orang yg sudah mati.

Tawasul yang tidak diperbolehkan adalah dengan meminta doa atau syafaat dari orang-orang yang sudah meninggal, bertawasul dengan kedudukan nabi, dan bertawasul dengan dzat para makhluk.

1.                  Bertawasul dengan meminta doa orang2 yg sudah meninggal.

Hal ini dikarenakan orang yg sudah meninggal tidak mampu lagi berdoa sebagaimana dulu ia berdoa ketika masih hidup. Maka meminta syafaat atau wasilah doa kepada orang yg sudah meninggal adalah tidak dibenarkan oleh syariat.

Para sahabat dulu bertawasul dengan doa orang yg masih hidup seperti yg dilakukan oleh Abbas paman rasulullah, Zaid bin aswad dan yang lainnya. Ketika rasulullah sudah meninggal, mereka tidak lagi bertawasul kepada nabi, baik di dekat kubur beliau maupun tidak.
Sangatlah bisa dan mungkin saja dilakukan oleh para sahabat untuk mendatangi kubur nabi dan bertawasul kepada beliau, tapi para sahabat tidak melakukannya kerena mereka memahami  arti dari tawasul.

2.                  Bertawasul dengan menyebutkan kedudukan nabi ataupun kedudukan oranglain yg sholeh menurut pandangan kita.

Sebuah ibadah HARUS didasari dengan ilmu dan mesti ada dalil yg qothi (pasti) dan shahih yg menjelaskan hal itu. Karena ibadah itu berkaitan langsung dengan Allah, hablumminallah, yg ibadah tersebut bersifat vertikal, maka selama tidak didapatkan dalil yg shahih dalam suatu ibadah yg membolehkannya (termasuk tawasul dengan kedudukan nabi dan orang sholeh) maka hal itu adalah dilarang dalam hukum syara.

3.                  Bertawasul dengan hak para makhluk.

Allah tidak memberikan hak yg menjadi kewajiban bagi Allah, melainkan Allah memberikan kepada makhluk sebagai bentuk karuniaNya.

“Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yg beriman” (Qs. Ar Ruum, 47).

Ibnu katsir dalam tafsirnya Quranil adzim mengatakan: ‘pertolongan tersebut merupakan hak Allah yg diwajibkan atas diriNya Yang maha Mulia sebagai bentuk kemurahan dan karunia”.
Jadi jika seorang hamba berhak mendapatkan balasan, mendapatkan karunia dan kenikmatan, maka sesungguhnya hakikatnya adalah hal itu bukanlah hak mendapatkan balasan seperti seorang pekerja yg mendapat gaji dari atasan, tapi hal itu merupakan mutlak rejeki dan karunia dari Allah atas kemurahanNya kepada hambaNya.

Demikian sedikit yang bisa saya sampaikan. Kuranglebihnya mohon maaf, masih bisa dikoreksi dan diluruskan. Allahu musta’an.