Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA
USHUL FIKIH BUKAN PEMECAH UMAT
Gitu
ya gitu tapi gak gitu-gitu amat..:p
Ada yang berpendapat bahwa perbedaan pendapat
dalam hal fiqih di kalangan umat Islam disebabkan oleh munculnya ilmu kalam dan
ilmu ushul fiqih. Padahal dulu ilmu kalam dan ilmu fiqih ini tidak ada di jaman
Rasulullah SAW. Mereka menganggap bahwa adanya ilmu ushul fiqih ini justru membuat
timbulnya perbedaan pendapat.
Mereka
juga bersikeras / ngotot bahwa semestinya semua perbedaan pendapat itu bisa
disatukan dalam satu pendapat saja, caranya yaitu dengan kembali kepada
kitabullah dan sunnah Rasul. Hal ini sesuai dengan dalil ayat :
Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasulnya (Hadits).” (An-Nisaa’: 59)
Bahkan
ada yang saking berlebihannya menyatakan membenci ilmu kalam dan ilmu ushul fiqih
karena dianggap hanya membuat perpecahan saja di tubuh umat Islam.
Kita
sepakat dan seiring sejalan dalam semangat menuju persatuan umat, dan kita juga
sama geregetannya melihat perpecahan umat ini sehingga membuat kondisi umat
terpecah belah dan lemah. Namun rasa geregetan ini jangan lantas berubah
menjadi emosi yang menyebabkan kita kehilangan proporsionalitas dan
keseimbangan dalam melihat duduk masalah sebenarnya.
Perlu
dipahami bahwa perbedaan pendapat (ikhtilaf) berbeda dengan perpecahan
(iftiraq). Perpecahan adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam dan
diperintahkan untuk bersatu.Maka lawan kata dari perpecahan adalah persatuan. Sedangkan
perbedaan pendapat lawan nya adalah persamaan pendapat. Yang dibenci oleh Islam
adalah perpecahan bukan perbedaan pendapat. Jika perbedaan pendapat itu bisa
membawa kepada perpecahan itu betul adanya namun ya janganlah begitu dan
bersikap dewasalah. Perbedaan pendapat jangan meluncur menjadi perpecahan umat.
“Dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu”. (QS. al-Anfal: 46).
Kita
sama-sama sepakat dengan Q.S. An Nisaa : 59 agar kembali pada Al-Qur’an dan
Sunnah. Pertanyaannya : emangnya umat Islam yang berbeda pendapat itu tidak
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah? Semuanya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Jika ada yang memiliki pendapat berdasarkan logika saja tanpa landasan
Al-Qur’an dan Sunnah, maka itu gampang saja tertolak. Namun jika perbedaan itu
timbul dari penafsiran Al-Qur’an dan Sunnah, maka sulit disalahkan karena semua
pihak telah merasa mengikuti Q.S. An Nisaa : 59.
Saat
Nabi masih hidup, penerapan Q.S. An Nisaa : 59 lebih mudah . Sebab setiap kali
muncul perbedaan pendapat perihal, para sahabat bisa langsung datang dan
bertanya kepada Nabi. Itulah sebabnya Qur’an mengatakan, “fa in tanaza’tum fi
syai’in farudduhu ilallahi wa rasulih,” jika kalian berselisih pendapat, maka
kembalilah kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun saat Nabi telah wafat, tempat
orang-orang Islam bertanya itu sudah tak ada lagi kecuali deretan teks yang
Qur’an dan Hadis yang masing-masing orang punya otaknya sendiri-sendiri untuk
memahaminya.
Bahkan
ketika Nabi SAW masih hidup pun perbedaan pendapat di antara sahabat sudah
terjadi. Sebagai contoh setelah usai perang Ahzab (Khandaq), malaikat Jibril mengilhamkan agar bergerak menuju
perkampungan Bani Quraizhah sebab mereka telah membatalkan perjanjian damai
dengan kaum Muslimin. Maka Nabi SAW memerintahkan para shahabatnya, “Janganlah
sekali-kali salah seorang di antara kalian melakukan shalat ‘Ashar kecuali
(bila sudah tiba) di perkampungan Bani Quraizhah”. Mereka pun bergerak dari
Madinah menuju perkampungan Bani Quraizhah. Dalam perjalanan, waktu ‘Ashar pun telah
tiba, sebagian sahabat berkata, ‘Kita tidak boleh melakukan shalat, melainkan setelah
tiba di perkampungan Bani Quraizhah, sebab Nabi SAW bersabda, “Janganlah
sekali-kali salah seorang di antara kalian melakukan shalat ‘Ashar melainkan
(bila sudah tiba) di perkampungan Bani Quraizhah”, karenanya kita mengatakan,
“Sami’nâ wa atha’nâ” (Kami dengar dan kami patuh).
Sebagian
sahabat yang lain menafsirkan perkataan Nabi SAW berbeda, “Sesungguhnya
Rasulullah SAW bermaksud agar kita bergegas dan bergerak cepat keluar, dan
bukan bermaksud agar mengakhirkan shalat”. Perbedaan pendapat di kalangan
sahabat dalam menafsirkan perintah Nabi SAW tersebut kemudian sampai ke telinga
Rasulullah, namun beliau membenarkan keduanya dan tidak mencela salah seorang
pun di antara mereka. Artinya Rasulullah SAW mentolerir perbedaan pendapat
sepanjang hal itu didasarkan pada dalil (dalam hal ini sabda Nabi). Maka adalah
salah jika menganggap ilmu kalam dan ilmul ushul fiqih menyebabkan terjadinya
perbedaan pendapat. Justru perbedaan ini telah timbul sejak lama sebelum
munculnya ilmu kalam dan ushul fiqih.
Aisyah
juga pernah berbeda pendapat dengan Abdullah bin Amru. Dari Ubaid bin Umar
berkata : Aisyah mendengar bahwa Abdullah bin Amru memerintahkan para wanita
untuk melepas kepangan rambut saat mandi. Aisyah berkata : anaeh sekali
pendapat ibnu amru ini. Dia menyuruh kaum wanita mengurai kepangan rambutnya
ketika mandi. Kenapa tidak menyuruh mencukur rambut sekalian? Aku sendiri pernah mandi bersama
Rasulullah SAW dalam satu wadah dan aku tidak menyiram kepalaku lebih dari tiga
kali siraman (H.R. Muslim I/179)
Ali
bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair saling berbeda
pendapat tentang praktek ibadah haji tamattu. Dari Sa’id bin Musayyab Ali
berkata kepada Utsman : Tak ada yang kamu inginkan selain melarang perkara yang
Nabi SAW sendiri melakukannya. (yaitu Utsman melarang Haji Tamattu sedangkan
Ali melihat Nabi SAW melakukan hal itu). Melihat Utsman tetap pada pendapatnya
maka Ali pun berihram untuk haji dan umrah sekaligus. Dari Muslim Al Qurri dia
berkata : Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas r.a. tentang haji tamattu.
Ternyata ia membolehkannya sedangkan Ibnu Zubair melarangnya. Lalu Ibnu Abbas
berkata : ini ibunya Ibnu Zubair sendiri yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW
membolehkannya.
Jadi, perbedaaan pendapat telah terjadi sejak
jaman para sahabat Nabi dimana saat itu belum ada ilmu ushul fiqih. Maka sngat
berlebihan jika berpendapat bahwa ilmu Ushul Fiqihlah penyebab terjadinya
perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat yang muncul di kalangan sahabat dan ulama
terdahulu, hanya berkisar pada masalah furu'iyah atau fikih, karena pemahaman
dan metode yang mereka gunakan untuk mengambil hukum fikih tersebut
berbeda-beda. Justru ilmu ushul fiqih
timbul untuk membakukan atau merumuskan berbagai metoda (cara) pengambilan
kesimpulan hukum atas nash / dalil agar tidak terjadi kesimpang siuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar