Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

Pandangan Terhadap Pluralisme

Oleh : Rama & Abu Akmal Mubarok

Bismillah..
Assalamualaikum..
-------------------------

Plural artinya “banyak” atau “jamak”. Maka pluralitas adalah suatu kondisi keberagaman. Sedangkan “isme” adalah “paham”. Maka pluralisme adalah suatu aliran paham keberagaman. Para cendekiawan sendiri tidak sepakat mengenai apa yang dimaksud dengan pluralisme. Ada yang memahami “pluralisme” adalah paham yang menerima dan mentoleransi fakta adanya keberagaman termasuk keberagaman agama. Yang jelas, Islam mengajarkan kita untuk menerima fakta keberagaman ini.

Pertama, Islam menjelaskan fakta bahwa manusia itu beragam suku, bangsa, dan budaya.

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami cipatakan kau dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang lebih taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (Q.S. 49 : 13)

Oleh karena itu Islam dijuluki sebagai “diinul basyariyyah” yaitu agama kemanusiaan. Dalam hubungan antar manusia (muamalah) sepanjang itu tidak menyangkut ibadah ritual, maka Islam tidak membedakan antara muslim dan non-muslim.
“Sesungguhnya sedekah itu untuk orang-orang fakir, dan miskin” (Q.S. At Taubah : 60)
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang yang tidak memerangi kamu karena agama…” (Q.S. Al Mumtahanah : 8).

Dari Asma binti Abu Bakar : “Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadakku sedangkan ia masih enggan masuk Islam, bolehkah aku menyambung hubungan dengannya?” Nabi menjawab : “Ya sambunglah hubungan dengan ibumu” (H.R. Bukhari Muslim)

Ketika Rasulullah SAW bersabda tentang hak tetangga, hal ini tidak membedakan apakah tetangganya muslim atau non muslim.

“Hak tetangga adalah bila ia sakit kamu kunjungi, bila wafat kamu hantar jenazahnya, bila membutuhkan uan kamu pinjami, dan bila melarat kamu tutupi (rahasiakan), bila memperoleh kebaikan kamu ucapkan selamat padanya, jika memperoleh musibah kamu sampaikan rasa duka, jangan kamu melebihkan bangunan atas tetanggamu sehingga menutupi kelancaran angin baginya, jangan kamu mengganggunya dengan asap periukmu kecuali kamu memberikan sebagian (masakan) kepadanya” (H.R. Thabrani)

“Malaikat Jibril selalu berpesan kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga sehingga (hampir-hampir) aku mengira bahwa tetangga itu (dapat) saling mewarisi” (H.R. Bukhari Muslim, Ahmad, Abu Daud & Tirmidzi)

Jika yang seperti ini disebut sebagai “pluralisme” maka YA kami adalah penganut pluralisme. Dan Pluralisme itu tidaklah sesat. Maka kami sejalan dengan ketua PP Muhammadiyyah yang menyatakan pluralisme adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan keberagaman di Indonesia.

Ketika pluralisme memasuki tataran agama, lebih khusus adalah wilayah aqidah, maka ada dua pengertian terkait dengan pluralisme. Jika yang dimaksud pluralisme adalah menerima keberadaan bermacam-macam keyakinan yang berbeda sebagai sebuah keniscayaan, maka YA kami sepakat dengan pluralisme, karena Al-Qur’an juga tidak menafikkan bahwa terdapat keberagaman keyakinan di dunia ini.

''Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang berada di muka bumi ini seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?' (Q.S. Yunus: 99)

''Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat saja. Tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang kamu perbuat''(Q.S. An-Nahl: 93)

Jika yang dimaksud dengan pluralisme adalah sikap toleran dan menghormati keyakinan orang lain yang berbeda, TIDAK menganggu tempat ibadah dan kegiatan ibadah mereka, maka YA kami sepakat dengan pluralisme seperti itu. Karena Al-Qur’an memang mengajarkan kita untuk toleran dan kami tidak pernah memaksakan semua orang untuk memeluk Islam.

''Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku'' (Q.S. Al-Kafirun: 6)

“Tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam. Sesungguhnya telah jelas antara jalan yang benar dari jalan yang sesat." (Q.S. Al-Baqarah: 256).

Namun, jika pluralisme dipahami sebagai paham yang menyatakan bahwa semua agama itu benar, dan semua agama itu baik, maka ini perlu dikritisi. Tentu saja semua agama adalah baik jika sebatas mengajarkan “menghormati orang tua, tidak boleh mencuri, tidak boleh berzina dll. Karena tak ada agama yang menyuruh kita “menghajar orang tua” atau mencuri dan berzina.

Namun ketika memasuki konsep keTuhanan, maka tentu wajar jika kita merasa keyakinan kita lah yang benar. Maka kita tidak sepakat dengan Paul Knitter (1985), misalnya, menganggap bahwa semua agama relatif, terbatas, parsial, dan tidak lengkap dalam melihat sesuatu , sehingga merasa yang paling benar adalah suatu sikap yang ofensif dan berpandangan sempit”.

Demikian pula pandangan sebagian aliran kepercayaan yang memandang bahwa kebenaran hakiki itu hanya Tuhan yang tahu, dan agama melalui para nabi hanya berusaha mendekati kebenaran hakiki itu dengan caranya masing-masing. Jika yang dimaksud pluralisme adalah paham seperti di atas maka MAAF kami katakan dengan tegas bahwa kami BUKANLAH penganut pluralisme.

Karena Allah sudah berfirman memperingatkan kami:

'Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya'. (QS Ali Imran :19)

Jika yang dimaksud dengan pluralisme adalah mencampur adukkan atau mem-'blender' semua ajaran menjadi satu, maka ini adalah sinkretisme. Maka MAAF dengan tegas kami katakan bahwa kami BUKANLAH penganut pluralisme seperti itu.

Karena Allah sudah berfirman memperingatkan kami :
“Janganlah kamu mencampur adukkan yg haq dengan kebathilan” (Q.S. Al-Baqarah : 42)

Inilah diantaranya yang saya maksud bahwa kita tanggalkan label-label karena label pluralisme itu sendiri beragam definisinya. Ketika yang satu menyesatkan pluralisme dan cendekiawan yang lain menentang penyesatan itu, sementara ternyata masing-masing berpijak pada definisi yang berbeda.
Maka kita fokus saja pada sikap-sikap mana yang dibolehkan oleh Islam dan kita sepakat dengan itu apapun labelnya. Demikian pula sikap-sikap mana yang tidak dibenarkan oleh Islam, maka jika terdapat hal itu di dalamnya, apapun labelnya, maka HARUS DAN MESTI, KUDU, WAJIB, MUST.....kita hindari.

Barakallahufikum..
Wassalam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar