Cc: Abuakmal Mubarok
Bagaimana
sebenarnya sikap zuhud itu? Orang banyak yang salah paham bahwa zuhud itu
seolah harus nampak dalam sikap lahir atau penampilan luar, seperti pakaian lusuh, sepatu butut, dan
makan seadanya.
Ada
yang menyangka zuhud ialah meninggalkan dunia beserta isinya, tidak berambisi
mencari harta, atau yang lebih mengherankan lagi adalah orang yang menampilkan
sikap zuhud itu dengan menjauhkan diri dari kehidupan dunia, tidak mau mencari
rezeki dan hanya tawakal menunggu rezeki datang sendiri, tinggal di tempat yang
jauh dari keramaian (tempat terpencil),
beribadah saja tanpa memikirkan kebutuhan anak istri, rumah berantakan, bahkan
tidak pernah dibersihkan dll.
Padahal
zuhud itu adalah amalan batin dan letaknya di hati. Orang yang kumal bisa jadi
zuhud bisa jadi tidak zuhud. Demikian pula orang yang rapih dan klimis bisa
zuhud bisa juga tidak zuhud. Karena memang zuhud tidak ditentukan oleh
penampilan luar.
Definisi zuhud: menurut bahasa, lafahz zahidha fiihi wa 'anhu, zuhdan wa zahaadatan artinya “berpaling dari sesuatu”, meninggalkan sesuatu itu karena kehinaannnya atau karena menganggapnya rendah atau tidak memprioritaskannya. Lafazh zahuda fi asy-syai'i artinya tidak membutuhkannya, jika dikatakan zahida fi ad-dunyaa artinya meninggalkan hal-hal yang haram, dari dunia, karena takut hisabnya (perhitungan di akherat kelak ) dan meninggalkan yang haram dari dunia itu karena takut siksaan-Nya. Tazahhada artinya pun menjadi orang zuhud dan ahli ibadah. az-Zahid adalah ahli ibadah. bentuk jama'nya adalah zuhad wa zuhaad . Lafazh az-Zahadah fi asy-syai'i kebalikan dari kesenangan kepadanya, ridho kepada yang sedikit dan yang jelas kehalalannya, meninggalkan yang lebih dari itu karena Alloh SWT semata.
Makna zuhud secara terminologis (istilah) , Ibnul Jauzi mengatakan ," az-zuhud merupakan ungkapan tentang pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu yang lain yang lebih baik darinya. Senada dengan itu menurut Ibnu Qudamah, pengertian zuhud adalah pengalihan keinginan atau kehendak dari sesuatu kepada sesuatu hal yang jauh lebih baik".
Menurut
syaikhul islam Ibnu Taimiyah, " Zuhud adalah menghindari sesuatu yang
tidak bermanfaat, entah itu karena memang tidak ada manfaatnya, atau karena
keaadaannya yang tidak prioritas, atau karena dikhawatirkan dapat menghilangkan
sesuatu yang lebih bermanfaat, baik manfaat yang sudah pasti maupun manfaat
yang diprediksi."
Mungkin
pengertian zuhd yang paling baik adalah yag dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalib
: zuhd terletak pada dua kalimat dalam Al Qur’an yaitu firman Allah : Agar kamu
tidak berduka cita atas apa yang luput darimu dan tidak bersukaria atas sesuatu
yang diberikan olehNya kepadamu (Q.S. 57:23)
Maka barangsiapa tidak berduka cita atas sesuatu yang telah pergi dan tidak bersukaria atas sesuatu yang datang sesungguhnya ia telah mencakup sikap zuhud yang sempurna (Nahjul Balaghah)
Maka barangsiapa tidak berduka cita atas sesuatu yang telah pergi dan tidak bersukaria atas sesuatu yang datang sesungguhnya ia telah mencakup sikap zuhud yang sempurna (Nahjul Balaghah)
Senada dengan Ali, Imam Al Qusyairi adalah "tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yg telah ada ditangannya,dan tidak pula merasa sedih dengan hilangnya kemewahan dari tangannya.
Sementara menurut Ibnu Rajab Al Hambali : Zuhud adalah berpaling darinya dengan sedikit dalam memilikinya, menghinakan diri darinya, serta membebaskan diri darinya (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani, 11/232)
Abu
Sulaiman Ad Daroni mengatakan, “Para
ulama berselisih paham tentang makna zuhud di Irak. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa zuhud adalah enggan bergaul dengan manusia. Ada pula yang
mengatakan, “Zuhud adalah meninggalkan berbagai macam syahwat.” Ada pula yang
memberikan pengertian, “Zuhud adalah meninggalkan rasa kenyang” Aku sendiri (Abu Suliaman Ad Daroni)
berpendapat, “Zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari
mengingat Allah.”
(Disebutkan oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani dalam Hilyatul Awliya’, 9/258)
(Disebutkan oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani dalam Hilyatul Awliya’, 9/258)
Ibnu
Rajab Al Hambali mengatakan, “Definisi zuhud dari Abu Sulaiman ini amatlah
bagus. Definisi telah mencakup seluruh definisi, pembagian dan macam-macam
zuhud.” (Jaami’ul Ulum, hal. 3509)
Misalnya bisnis yang dijalani membuat seseorang sibuk pada dunia sehingga lalai dari kewajiban shalat, maka sikap zuhud adalah meninggalkan bisnisnya itu. Begitu pula jika permainan yang menghibur diri begitu berlebihan dan malah melalaikan dari Allah, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya. Demikian pengertian zuhud yang amat luas cakupan maknanya.
Zuhud Bukan Berarti Hidup Tanpa Harta
Misalnya bisnis yang dijalani membuat seseorang sibuk pada dunia sehingga lalai dari kewajiban shalat, maka sikap zuhud adalah meninggalkan bisnisnya itu. Begitu pula jika permainan yang menghibur diri begitu berlebihan dan malah melalaikan dari Allah, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya. Demikian pengertian zuhud yang amat luas cakupan maknanya.
Zuhud Bukan Berarti Hidup Tanpa Harta
Terkait
dengan pertanyaan yang dikemukakan sdr Dwi apakah makan dengan bengkoang saja
itu termasuk sikap Zuhud? Jawabannya tergantung dari orang itu sendiri. Karena
zuhud termasuk amalan hati dan tidak bisa dinilai dari perilaku lahiriyah
semata. Jika ia memang miskin dan hanya makan dengan bengkoang saja lalu ia
tidak bersedih hati dan ringan hatinya menjalani itu semua maka itu termasuk
zuhud. Sedangkan jika ia sebenarnya mampu untuk untuk membeli makanan yang 4 sehat 5 sempurna, namun sengaja
menggembelkan dirinya maka dikhawatirkan terjatuh pada salah 1 dari 2
kemungkinan yaitu riya’ ingin dikatakan terlihat zuhud atau alim, atau kikir
kepada anak dan istrinya.
Zuhud
tidak berarti hidup miskin apalagi tidak mau mencari nafkah dan hanya
mengha-bis kan waktu berzikir atau beribadah. Zuhud juga tidak berarti memberi
makan anak istri dengan makanan seadanya padahal ia sanggup membeli makanan
yang lebih bergizi.
Allah justru menyuruh kita untuk mencari dunia :
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi .
(Q.S. Al-Qashash : 77)
Allah
juga menyuruh kita untuk mencari karunianya dimuka bumi :
Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S.
Al-Jum’ah : 10)
Ketika Ali
bin Abi Tholib mendengar seseorang mencela-cela dunia, lantas beliau
mengatakan, “Dunia adalah negeri yang baik bagi orang-orang yang
memanfaatkannya dengan baik. Dunia pun negeri keselamatan bagi orang yang
memahaminya. Dunia juga adalah negeri ghoniy (yang kaya bagi orang yang menjadikan dunia sebagai
bekal akhirat. ...” ( Jaami’ul Ulum, hal. 350)
Ibnu Rajab juga mengatakan, “Dunia itu tidak tercela secara mutlak, inilah yang dimaksudkan oleh Amirul Mukminin –‘Ali bin Abi Tholib-. Dunia bisa jadi terpuji bagi siapa saja yang menjadikan dunia sebagai bekal untuk beramal sholih.”
Ingatlah baik-baik maksud dunia itu tercela agar kita tidak salah memahami! Dunia itu jadi tercela jika dunia tersebut tidak ditujukan untuk mencari ridho Allah dan beramal sholih.
Abul ‘Abbas As Siroj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya (Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarok,
“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”
Ibnul Mubarok mengatakan,
“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh) Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Aku juga bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku”. (Siyar A'lam An Nubala, Adz Dzahabi, 8/387)
Sifat-sifat Zuhud, setelah kita lihat dalam penjelasan para ulama, kurang lebih dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Tidak hubud dunia (tidak mencintai dunia)
Ibnu Rajab juga mengatakan, “Dunia itu tidak tercela secara mutlak, inilah yang dimaksudkan oleh Amirul Mukminin –‘Ali bin Abi Tholib-. Dunia bisa jadi terpuji bagi siapa saja yang menjadikan dunia sebagai bekal untuk beramal sholih.”
Ingatlah baik-baik maksud dunia itu tercela agar kita tidak salah memahami! Dunia itu jadi tercela jika dunia tersebut tidak ditujukan untuk mencari ridho Allah dan beramal sholih.
Abul ‘Abbas As Siroj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya (Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarok,
“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”
Ibnul Mubarok mengatakan,
“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh) Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Aku juga bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku”. (Siyar A'lam An Nubala, Adz Dzahabi, 8/387)
Sifat-sifat Zuhud, setelah kita lihat dalam penjelasan para ulama, kurang lebih dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Tidak hubud dunia (tidak mencintai dunia)
Orang yang zuhud
tidak selalu harus miskin. Orang yang zuhud bisa saja miskin dan bisa saja
kaya. Yang penting, zuhud ialah tidak mencintai dunia dan memandang dunia ini
sebagai sesuatu yang hina.
Berangkat
dari cara pandangnya yang tidak menganggap dunia sebagai hal yang penting maka
ia akan terwujud dalam sikap yang sederhana dalam menggunakan segala yang
dimilikinya,
2. Menerima
apa yg ada,
Maksudnya.. tidak merisaukan sesuatu yg sudah tak ada,tetapi tetap dengan tidak meninggalkan kewajibannya dalam mencari rejeki.
Dalam pandangannya, pujian yang datang dari makhluk tidak akan membuat dia jadi takabur, begitu pula celaan dan cacian tidak akan membuat dia bersusah hati, tetapi itu malah jadi jalan untk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Mendahulukan ridho Allah SWT dari pada ridho manusia,
dan akan merasa tenang jiwannya ketika hanya bersama Allah SWT. Dan merasa bahagia dengan mengerjakan syari'atNYA
Untuk memperjelas dalil-dalil tentang zuhud, berikut kami paparkan dalil-dalil yang ada dari Qur’an dan Hadits.
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan)
“Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)
Mustaurid berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya berisyarat dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang dibawa.” (HR. Muslim no. 2858)
Maksudnya.. tidak merisaukan sesuatu yg sudah tak ada,tetapi tetap dengan tidak meninggalkan kewajibannya dalam mencari rejeki.
Dalam pandangannya, pujian yang datang dari makhluk tidak akan membuat dia jadi takabur, begitu pula celaan dan cacian tidak akan membuat dia bersusah hati, tetapi itu malah jadi jalan untk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Mendahulukan ridho Allah SWT dari pada ridho manusia,
dan akan merasa tenang jiwannya ketika hanya bersama Allah SWT. Dan merasa bahagia dengan mengerjakan syari'atNYA
Untuk memperjelas dalil-dalil tentang zuhud, berikut kami paparkan dalil-dalil yang ada dari Qur’an dan Hadits.
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan)
“Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)
Mustaurid berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya berisyarat dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang dibawa.” (HR. Muslim no. 2858)
Keluarga Rasulullah Hidup Sederhana
Orang
yang mempraktekkan hidup menggembelkan diri sering berdalil dengan
hadits-hadits yang menceritakan tentang kondisi kehidupan Rasulullah yang amat
sederhana
Sejak
berpindah ke Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah merasa kenyang karena
makan gandum selama tiga malam berturut-turut sampai beliau wafat. (H.R. Muslim
No.5274)
Dari
Aisyah r.a., ia berkata:Kami, keluarga Muhammad sering hidup selama satu bulan
tidak menyalakan api (memasak), karena makananannya hanya kurma dan air. (H.R.
Muslim No.5280)
Dari
Aisyah r.a., ia berkata: Ketika Rasulullah wafat, di lemariku tidak ada
sesuatu yang dapat dimakan manusia, kecuali setengah roti gandum yang berada
dalam sebuah lemari milikku lalu aku memakan sebagian untuk beberapa lama,
kemudian aku timbang ternyata telah habis. (H.R. Muslim No.5281)
Dari
Abu Hurairah r.a., ia berkata: Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam
genggaman-Nya, belum pernah Rasulullah membuat keluarganya kenyang selama tiga
hari berturut-turut dengan roti gandum sampai beliau wafat. (H.R. Muslim
No.5286)
Mengenai
hal ini, mungkin penjelasan terbaik adalah perkataan Ali bin Abi Thalib ketika
ditanya Ashim bin Ziyad : Wahai amirul mukminin, Anda sendiri memberi contoh
dengan menganakan pakaian amat kasar dan memakan makanan yang kering? Maka Ali
menjawab L: Ketahuilah, diriku bukan seperti dirimu, sebab Allah telah
mewajibkan seorang pemimpin yang benar agar mengukur dirinya dengan keadaan
rakyatnya yang paling lemah, sehingga orang miskin tidak sampai tersengat oleh
kepedihan kemiskinannya (Nahjul Balaghah)
Wallahualam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar