Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

Zuhud Bukan Berarti LUSUH..!


Cc: Abuakmal Mubarok


Bagaimana sebenarnya sikap zuhud itu? Orang banyak yang salah paham bahwa zuhud itu seolah harus nampak dalam sikap lahir atau penampilan luar,  seperti pakaian lusuh, sepatu butut, dan makan seadanya.

Ada yang menyangka zuhud ialah meninggalkan dunia beserta isinya, tidak berambisi mencari harta, atau yang lebih mengherankan lagi adalah orang yang menampilkan sikap zuhud itu dengan menjauhkan diri dari kehidupan dunia, tidak mau mencari rezeki dan hanya tawakal menunggu rezeki datang sendiri, tinggal di tempat yang jauh dari keramaian (tempat  terpencil), beribadah saja tanpa memikirkan kebutuhan anak istri, rumah berantakan, bahkan tidak pernah dibersihkan dll.

Padahal zuhud itu adalah amalan batin dan letaknya di hati. Orang yang kumal bisa jadi zuhud bisa jadi tidak zuhud. Demikian pula orang yang rapih dan klimis bisa zuhud bisa juga tidak zuhud. Karena memang zuhud tidak ditentukan oleh penampilan luar.


Definisi zuhud: menurut bahasa, lafahz zahidha fiihi wa 'anhu, zuhdan wa zahaadatan artinya “berpaling dari sesuatu”, meninggalkan sesuatu itu karena kehinaannnya atau karena menganggapnya rendah atau tidak memprioritaskannya. Lafazh zahuda fi asy-syai'i artinya tidak membutuhkannya, jika dikatakan zahida fi ad-dunyaa artinya meninggalkan hal-hal yang haram, dari dunia, karena takut hisabnya (perhitungan di akherat kelak ) dan meninggalkan yang haram dari dunia itu karena takut siksaan-Nya. Tazahhada artinya pun menjadi orang zuhud dan ahli ibadah. az-Zahid adalah ahli ibadah. bentuk jama'nya adalah zuhad wa zuhaad . Lafazh az-Zahadah fi asy-syai'i kebalikan dari kesenangan kepadanya, ridho kepada yang sedikit dan yang jelas kehalalannya, meninggalkan yang lebih dari itu karena Alloh SWT semata.

Makna zuhud secara terminologis (istilah) , Ibnul Jauzi mengatakan ," az-zuhud merupakan ungkapan tentang pengalihan keinginan dari sesuatu kepada sesuatu yang lain yang lebih baik darinya. Senada dengan itu menurut Ibnu  Qudamah, pengertian zuhud adalah pengalihan keinginan atau kehendak dari sesuatu kepada sesuatu hal yang jauh lebih baik".

Menurut syaikhul islam Ibnu Taimiyah, " Zuhud adalah menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat, entah itu karena memang tidak ada manfaatnya, atau karena keaadaannya yang tidak prioritas, atau karena dikhawatirkan dapat menghilangkan sesuatu yang lebih bermanfaat, baik manfaat yang sudah pasti maupun manfaat yang diprediksi."

Mungkin pengertian zuhd yang paling baik adalah yag dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalib : zuhd terletak pada dua kalimat dalam Al Qur’an yaitu firman Allah : Agar kamu tidak berduka cita atas apa yang luput darimu dan tidak bersukaria atas sesuatu yang diberikan olehNya kepadamu (Q.S. 57:23)
Maka barangsiapa tidak berduka cita atas sesuatu yang telah pergi dan tidak bersukaria atas sesuatu yang datang sesungguhnya ia telah mencakup sikap zuhud yang sempurna (Nahjul Balaghah)

Senada dengan Ali, Imam Al Qusyairi adalah "tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yg telah ada ditangannya,dan tidak pula merasa sedih dengan hilangnya kemewahan dari tangannya.

Sementara menurut Ibnu Rajab Al Hambali : Zuhud adalah berpaling darinya dengan sedikit dalam memilikinya, menghinakan diri darinya, serta membebaskan diri darinya (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Atsqolani, 11/232)

Abu Sulaiman Ad Daroni  mengatakan, “Para ulama berselisih paham tentang makna zuhud di Irak. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah enggan bergaul dengan manusia. Ada pula yang mengatakan, “Zuhud adalah meninggalkan berbagai macam syahwat.” Ada pula yang memberikan pengertian, “Zuhud adalah meninggalkan rasa kenyang”  Aku sendiri (Abu Suliaman Ad Daroni) berpendapat, “Zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari mengingat Allah.”
(Disebutkan oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani dalam Hilyatul Awliya’, 9/258)

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Definisi zuhud dari Abu Sulaiman ini amatlah bagus. Definisi telah mencakup seluruh definisi, pembagian dan macam-macam zuhud.” (Jaami’ul Ulum, hal. 3509)

Misalnya bisnis yang dijalani membuat seseorang sibuk pada dunia sehingga lalai dari kewajiban shalat, maka sikap zuhud adalah meninggalkan bisnisnya itu. Begitu pula jika permainan yang menghibur diri begitu berlebihan dan malah melalaikan dari Allah, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya. Demikian pengertian zuhud yang amat luas cakupan maknanya.


Zuhud Bukan Berarti Hidup Tanpa Harta

Terkait dengan pertanyaan yang dikemukakan sdr Dwi apakah makan dengan bengkoang saja itu termasuk sikap Zuhud? Jawabannya tergantung dari orang itu sendiri. Karena zuhud termasuk amalan hati dan tidak bisa dinilai dari perilaku lahiriyah semata. Jika ia memang miskin dan hanya makan dengan bengkoang saja lalu ia tidak bersedih hati dan ringan hatinya menjalani itu semua maka itu termasuk zuhud. Sedangkan jika ia sebenarnya mampu untuk untuk membeli makanan yang  4 sehat 5 sempurna, namun sengaja menggembelkan dirinya maka dikhawatirkan terjatuh pada salah 1 dari 2 kemungkinan yaitu riya’ ingin dikatakan terlihat zuhud atau alim, atau kikir kepada anak dan istrinya.

Zuhud tidak berarti hidup miskin apalagi tidak mau mencari nafkah dan hanya mengha-bis kan waktu berzikir atau beribadah. Zuhud juga tidak berarti memberi makan anak istri dengan makanan seadanya padahal ia sanggup membeli makanan yang lebih bergizi.

Allah justru menyuruh kita untuk mencari dunia :

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi . (Q.S. Al-Qashash : 77)

Allah juga menyuruh kita untuk mencari karunianya dimuka bumi :

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S. Al-Jum’ah  : 10)


Ketika Ali bin Abi Tholib mendengar seseorang mencela-cela dunia, lantas beliau mengatakan, “Dunia adalah negeri yang baik bagi orang-orang yang memanfaatkannya dengan baik. Dunia pun negeri keselamatan bagi orang yang memahaminya. Dunia juga adalah negeri ghoniy (yang kaya  bagi orang yang menjadikan dunia sebagai bekal akhirat. ...” ( Jaami’ul Ulum, hal. 350)

Ibnu Rajab juga mengatakan, “Dunia itu tidak tercela secara mutlak, inilah yang dimaksudkan oleh Amirul Mukminin –‘Ali bin Abi Tholib-. Dunia bisa jadi terpuji bagi siapa saja yang menjadikan dunia sebagai bekal untuk beramal sholih.”
Ingatlah baik-baik maksud dunia itu tercela agar kita tidak salah memahami! Dunia itu jadi tercela jika dunia tersebut tidak ditujukan untuk mencari ridho Allah dan beramal sholih.

Abul ‘Abbas As Siroj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya (Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarok,

“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”

Ibnul Mubarok mengatakan,

“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh) Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Aku juga bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku”. (Siyar A'lam An Nubala, Adz Dzahabi, 8/387)


Sifat-sifat Zuhud, setelah kita lihat dalam penjelasan para ulama, kurang lebih dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Tidak hubud dunia (tidak mencintai dunia)

Orang yang zuhud tidak selalu harus miskin. Orang yang zuhud bisa saja miskin dan bisa saja kaya. Yang penting, zuhud ialah tidak mencintai dunia dan memandang dunia ini sebagai sesuatu yang hina.

Berangkat dari cara pandangnya yang tidak menganggap dunia sebagai hal yang penting maka ia akan terwujud dalam sikap yang sederhana dalam menggunakan segala yang dimilikinya,

2. Menerima apa yg ada,
Maksudnya.. tidak merisaukan sesuatu yg sudah tak ada,tetapi tetap dengan tidak meninggalkan kewajibannya dalam mencari rejeki.

Dalam pandangannya, pujian yang datang dari makhluk tidak akan membuat dia jadi takabur, begitu pula celaan dan cacian tidak akan membuat dia bersusah hati, tetapi itu malah jadi jalan untk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Mendahulukan ridho Allah SWT dari pada ridho manusia,
dan akan merasa tenang jiwannya ketika hanya bersama Allah SWT. Dan merasa bahagia dengan mengerjakan syari'atNYA

Untuk memperjelas dalil-dalil tentang zuhud, berikut kami paparkan dalil-dalil yang ada dari Qur’an dan Hadits.

Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan)


“Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)

Mustaurid berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya berisyarat dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang dibawa.” (HR. Muslim no. 2858)


 Keluarga Rasulullah Hidup Sederhana

Orang yang mempraktekkan hidup menggembelkan diri sering berdalil dengan hadits-hadits yang menceritakan tentang kondisi kehidupan Rasulullah yang amat sederhana

Sejak berpindah ke Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah merasa kenyang karena makan gandum selama tiga malam berturut-turut sampai beliau wafat. (H.R. Muslim No.5274)

Dari Aisyah r.a., ia berkata:Kami, keluarga Muhammad sering hidup selama satu bulan tidak menyalakan api (memasak), karena makananannya hanya kurma dan air. (H.R. Muslim No.5280)

Dari Aisyah r.a., ia berkata: Ketika Rasulullah wafat, di lemariku tidak ada sesuatu yang dapat dimakan manusia, kecuali setengah roti gandum yang berada dalam sebuah lemari milikku lalu aku memakan sebagian untuk beberapa lama, kemudian aku timbang ternyata telah habis. (H.R. Muslim No.5281)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, belum pernah Rasulullah membuat keluarganya kenyang selama tiga hari berturut-turut dengan roti gandum sampai beliau wafat. (H.R. Muslim No.5286)

Mengenai hal ini, mungkin penjelasan terbaik adalah perkataan Ali bin Abi Thalib ketika ditanya Ashim bin Ziyad : Wahai amirul mukminin, Anda sendiri memberi contoh dengan menganakan pakaian amat kasar dan memakan makanan yang kering? Maka Ali menjawab L: Ketahuilah, diriku bukan seperti dirimu, sebab Allah telah mewajibkan seorang pemimpin yang benar agar mengukur dirinya dengan keadaan rakyatnya yang paling lemah, sehingga orang miskin tidak sampai tersengat oleh kepedihan kemiskinannya (Nahjul Balaghah) 

Wallahualam bishowab.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar