Klik ini untuk Kembali ke BERANDA UTAMA

'Khuluk (Permintaan Gugatan Cerai dari Pihak Istri)




Cc : Abuakmal Mubarok


Kisah berikut ini mudah2an dapat menjadi diambil hikmah bagi sahabat yang masih mencari jodoh maupun bagi para suami dan para istri yang telah menikah. Terkadang sebuah perangai jiwa terkekang selama puluhan tahun dan baru muncul ke permukaan setelah lepas tali kekangnya.

Beberapa waktu lalu saya menghadiri pernikahan salah seorang saudara. Kebetulan mempelai wanita masih saudara saya. Namun tanpa diduga justru dalam acara resepsi timbul insiden. Salah seorang kakak wanita dari saudara saya tadi kehilangan suaminya. Padahal ia datang ke resepsi bersama-sama. HP nya non aktif tidak bisa dihubungi. Kakak tsb matanya nampak berkaca-kaca. Padahal ia harus berdiri di depan mewakili ibu nya (yang juga ibu sang pengantin wanita) yang tak dapat menghadiri pernikahan.

Sampai acara resepsi selesai, suami kakak ini tidak muncul-muncul. Bahkan kami tunggu sampai jam 8 malam pun suaminya tidak menjemput. Akhirnya karena tidak tega kami terpaksa mengantar kakak itu pulang karena rumahnya satu arah dengan kami yaitu di daerah Bogor.

 Sesampainya di rumah kakak itu, ternyata pagar terkunci tapi mobil suaminya ada di dalam. Berarti dari tadi suaminya pulang ke rumah. Akhirnya kakak itu meloncat pagar. Kami masih menunggu di mobil memperhatikan kakak itu. Ternyata pintu rumah juga dikunci dan sekian lama diketok tidak dibuka oleh suaminya. Akhirnya pintu itu ditendang beberapa kali dan akhirnya berhasil di dobrak. Kehebohan ini membuat para tetangga berdatangan. Babak selanjutnya tentu saja terjadi percekcokan yang sengit. Sudahlah, kami pulang saja, tidak ingin ikut campur masalah rumah tangga orang.

Namun keesokan harinya tiba-tiba kakak tsb datang dengan wajah sembab mungkin karena menangis semalaman dengan membawa koper dan kedua anaknya. Dia menyatakan sudah tidak tahan lagi dengan situasi rumah tangganya dan meminta pendapat. Waduh! Saya bertanya sebenarnya apa yang terjadi pada pesta pernikahan kemarin? Ternyata katanya suaminya itu tersinggung sewaktu datang ke pesta itu dia sudah duduk naun tidak ada yang mempersilakan ambil minum. Padahal ia datang memang jam 7 pagi karena istrinya harus dirias mewakili ibunya di pelaminan. Sedangkan semua orang dan panitia sedang sibuk berdandan. Namun ada juga alasan katanya kenapa dia tidak mendapat undangan? Alasan ini lebih lucu lagi, karena adik iparnya sendiri yang jadi pengantin, bahkan istrinya jelas2 berdiri di pelaminan mewakili ibunya, untuk apa lagi mesti pakai undangan? Dia kan bagian dari shohibul hajat??

Sebetulnya ini adalah klimaks dari masalah yang berlarut-larut. Entah sudah ke sekian kali kejadian seperti ini berulang. Dan setiap kali saya menasehati kakak itu untuk bersabar siapa tahu nanti akan berubah. Karena walau bagaimanapun perceraian adalah perkara halal  yang dibenci Allah, dan saya tidak rela menyenangkan iblish dan bala tentaranya karena berhasil menceraikan anak Adam. Namun ternyata 12 tahun sudah ia bersabar dan suaminya kakak ini ternyata tidak berubah juga.

Sekilas saya teringat 12 tahun lalu ketika kakak ini menikah. Siapa yang tidak bahagia mendapatkan suami seorang anak kyai terpandang, badannya jangkung dan wajahnya cukup tampan. Tutur bahasanya halus sekali dan pandai berbicara. Namun tidak lama setelah menikah, kejanggalan mulai muncul. Suami kakak itu seperti kurang senang jika kedatangan saudara. Jangankan saudara istrinya, kakak kandungnya saja hendak datang malah dia berkata : “mau apa dia datang, jangan-jangan mau pinjam uang”. Demikian pula ketika bertandang ke rumah saya, dan istrinya masuk ke rumah, sedangkan tak ada orang yang mempersilakan ia masuk (karena saya tidak ada di rumah sedangkan istri ketika itu terbaring habis melahirkan) maka ia langsung marah dan bersumpah selamanya tak akan menginjak rumah saya lagi. Bahkan ketika ada ibu mertua nya sendiri pun ia tak segan-segan membentak dan menyeret istrinya pulang, tanpa berpamitan pada ibu mertuanya.

Suami kakak ini sangat halus tutur katanya. Kepandaian berbicaranya ini menghantarkan ia menjadi marketer (pemasar) yang handal. Sehingga karirnya pun melejit dan kini telah menjadi manajer salah satu distributor produk tertentu. Gaji lumayan dan fasilitas mobil dari perusahaan pun diperolehnya. Namun anehnya selama pernikahan konon suaminya pelit sekali dan jarang memberi uang. Sampai akhirnya sang istri terpaksa membuka warung kelontong, itupun modal dari adiknya (bukan dari suaminya). Walhasil, karena ada penghasilan dari warung, suaminya malah makin keenakan jarang memberi belanja. Sehingga selama 12 tahun pernikahan, untuk makan dan sekolah anak-anaknya praktis dari hasil warung tsb. Tapi kalau untuk membeli berbagai barang mewah ia seperti TV layar plasma yang terbaru, laptop dll ia royal sekali.

Anehnya, menurut orang tua dan kakak-kakaknya, sebelum menikah ia sama sekali tak menunjukkan watak seperti ini. Makanya tak ada yang menyangka ia sekarang bertingkah laku seperti ini. Ia adalah  anak laki-laki satu-satunya bungsu dari 10 bersaudara. Jadi semua kakaknya wanita. Sejak kecil sebagai bungsu ia sering dimarahi dan diperintah kakak-kakaknya yang wanita. Sementara kodratnya sebagai laki-laki sebetulnya menginginkan rasa kuasa. Sehingga jiwanya merasa tertekan dan baru muncul saat ia telah menikah dengan cara menunjukkan kuasanya kepada istrinya dan anak-anaknya. Berulang kali ia bertingkah membentak dan menyeret istrinya justru di hadapan orang banyak ketika di acara keramaian atau sedang kumpul keluarga.

Upaya menasehati dari kedua pihak keluarga sudah berulang kali diusahakan namun tetap tak ada perubahan. Sedangkan suami bersumpah tak akan mau menceraikan istrinya. Apakah karena cinta? Saya ragu cinta kok seperti ini. Rasanya ia mempertahankan karena tak mau kehilagan obyek untuk memuaskan rasa kuasanya itu.
Karena kakak itu mendesak bertanya apakah di dalam Islam ada cara untuk terlepas dari suaminya?. Maka dengan berat hati saya jelaskan bahwa dalam kasus suami yang menzhalimi istrinya, dan sang istri sudah tidak tahan lagi maka istri boleh menuntut cerai dari suami. Istilahnya “khulu”. Caranya cukup menggugat cerai ke hakim, lalu sang istri mengembalikan mahar yang pernah diberikan suaminya.

Khulu yang pertama kali terjadi di jaman Rasulullah adalah ketika istrinya Tsabit bin Qais menghadap Nabi dan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mencela akhlak suaminya namun ia tidak mencintai suaminya karena bertubuh pendek dan berkulit hitam. Ia sudah mencoba sekian tahun untuk mencintai namun ia merasa tidak lagi bisa mentaati suaminya dan khawatir tak dapat menegakkan hukum Allah dalam keluarganya. Maka Nabi SAW bertanya : Maukah engkau mengembalikan kebunnya? (Karena Tsabit bin Qais memberikan mahar berupa kebun) Istrinya menyatakan sanggup bahkan bersedia memberikan tebusan tambahan. Maka Nabi SAW menyatakan : Cukup engkau kembalikan kebunnya dan tambahannya tidak perlu. Lalu Nabi pun memanggil Tsabit bin Qais dan menyatakan mereka bercerai. (Al-Hadits) Dari hadits ini kita tahu, jika karena tidak mencintai (karena tidak suka fisiknya) saja dibolehkan untuk mengajukan khulu, maka apalagi jika nyata2 suami memiliki keanehan kejiwaan dan menzhalimi istrinya tentu lebih boleh lagi.

Berbeda dengan talak, pernyataan cerai berada di pihak suami. Pihak suami tak bisa mengambil mahar yang telah diberikan kepada istrinya bahkan harus memberikan bekal kepada istri yang disebut mut’ah. Talak juga tak bisa dijatuhkan dalam kondisi marah. Talak tak boleh dijatuhkan saat masih haid, atau telah dicampuri setelah haid, atau masih mengandung. Talak baru bisa dijatuhkan saat setelah suci dari haid dan belum dicampuri. Namun dalam khulu, sang istri boleh kapan saja mengajukan gugatan cerai itu tanpa menunggu selesai dari haid. Inilah pembelaan dan kemudahan yang diberikan Islam kepada wanita. Karena jika wanita yang menginginkan lepas dari suami itu umumnya karena sesuatu yang keterlaluan.

Dalam talak dikenal ada talak raj’i dan talak bain. Talak raj’i ialah talak yang bisa dirujuki tanpa harus melakukan akad nikah lagi. Sedangkan talak ba’in, jika rujuk maka harus dengan akad baru dan memberikan mahar lagi. Jika seorang wanita dicerai, ia harus menunggu masa iddah yaitu 3X quru’ (3X suci dari haid). Jika dalam 3X quru’ itu suaminya merujukinya kembali, maka tidak perlu akad nikah baru. Inilah disebut talak raj’i. Jika setelah lewat 3X quru’ tidak merujiki maka istri boleh menikah lagi dengan laki-laki lain. Namun jika lewat masa iddah ini suaminya ingin merujuki, maka harus dengan akad baru dan memberi mahar lagi. Inilah disebut talak ba’in sughro. Aturan ini bisa berlaku dua kali, yang dikenal dengan Talak 1 dan Talak 2. Jika untuk ketiga kalinya suaminya menceraikan lagi, maka suami tak bisa merujukinya lagi melainkan sang istri harus terlebih dahulu menikah dengan laki-laki lain. Jika ia telah cerai lagi, barulah suami yang sebelumnya bisa merujukinya dengan akad yang baru dan mahar yang baru. Ini disebut talak ba’in kubro atau Talak 3.

Adapun dalam kasus khulu, istri tak perlu menunggu 3x quru’. Imam Syafii dalam qaul jadid (pendapat yang terakhir) menyatakan bahwa khulu’ bukan sejajar dengan talak, melainkan khulu’ sejajar dengan fasakh (diceraikan oleh hakim) dan massa iddahnya cukup 1x quru’ (1 X suci dari haid). Dan jika suaminya hendak menikahinya lagi harus dengan akad baru dan mahar baru. Semoga ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk berhati-hati dalam memilih pasangan, jangan melihat manis tampak luarnya saja namun telitilah dengan seksama kondisi lahir batin calon pasangan kita.
Wallahu’alam.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar