Ayat ini pasti Anda sudah
sering dengar… Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan(Q.S.
Al-Baqarah:191) Dan berbuat fitnah itu lebih besar daripada membunuh… (Q.S.
Al-Baqarah :217).
Walaupun menyatakan
bahwa fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan (sering dikutip juga
oleh orang bahwa fitnah lebih kejam dari
pembunuhan) justru kedua ayat ini berbicara dalam konteks perang. Jadi ayat ini
adalah ayat perang. Lho apa maksudnya??
Di sinilah indahnya Al-Qur’an.
Ayat-ayat Qur’an sangat dalam makna nya dan mengajarkan kita tentang siasat dan
strategi namun sering umat Islam tidak menyadari itu. Lha bagaimana tidak,
Qur’an itu sering berbicara dengan bungkusan-bungkusan atau “samaran” yang
halus.
Dari judul2 suratnya saja
misal Al-Baqarah yang artinya “sapi betina”. Apakah isinya hanya tentang sapi?
Tentu saja tidak. Bahkan isinya sarat dengan hal-hal perjuangan, peperangan,
kenegaraan disamping sebagian besar mengupas masalah aqidah tentunya. Demikian
juga judul suratnya “Al-Maidah” yang artinya “hidangan”. Apakah isinya tentang
menu makanan? Malah sama sekali tidak. Lago-lagi isinya sarat dengan hal-hal
perjuangan, dakwah, loyalitas sesama muslim dan lain-lain.
Jadi Al-Qur’an itu penuh
dengan majaz (makna bersayap) dan tamsil (perumpamaan). Maka sungguh bodoh
sekali jika ada umat Islam yang membatasi diri pada makna-makna harfiyah dan
menolak adanya majaz dan tamsil dalam Al-Qur’an. Orang yang menolak adanya majaz dan tamsil
dalam Al-Qur’an akan berpikiran pendek dan cekak, dan yang lebih parah adalah
ia tidak dapat menangkap isyarat-isyarat Al-Qur’an di balik ayat-ayat itu.
Kembali pada ayat “fitnah
lebih besar bahayanya daripada pembunuhan”.
Sadarkah kita bahwa musuh-musuh Islam lebih menyadari dan meresapi makna
ayat ini dari pada umat Islam sendiri? Sejak dulu orang kafir dan musyrikin
tidak menyukai perkembangan Islam dan mereka berusaha memerangi Islam. Usaha
mereka untuk memerangi umat Islam secara fisik dan militer sungguh sangat
dahsyat. Namun ini tidak masih tidak seberapa. Karena jika diperangi secara
fisik dan militer (yang diisyaratkan dengan istilah pembunuhan) musuhnya jelas
sehingga umat Islam akan bersatu melawannya. Makin ditindas akan makin melawan.
Hal ini disadari oleh para penjajah Belanda (maupun penjajah Barat lainnya).
Maka mereka melancarkan
perang yang lebih dahsyat lagi yaitu perang pemikiran dan upaya menggerogoti
dari dalam. Inilah yang selama bertahun-tahun terbukti lebih ampuh dan masih
berlaku hingga detik ini. Dan inilah yang diingatkan oleh Allah bahwa “fitnah
itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan”.
Oleh karena lebih besar “bahayanya” maka musuh-musuh Islam menempuh
strategi “menebar fitnah” dalam tubuh umat Islam. Namun banyak dari kita tidak
menyadari hal ini.
“Devide et Impera” atau
strategi adu domba. Rasanya semua orang sudah tahu. Tapi kok ya masih bisa
dibodohi sampai sekarang. Dan anehnya strategi ini masih laris manis sampai
sekarang. Strategi “Devide et Impera” inilah yang menimpa umat Islam di Palestina,
Irak, Afghanistan dan tak terkecuali Indonesia.
Kita tentu tahu bagaimana
Belanda kesulitan menaklukan Aceh? Namun dengan kelicikan Snouck Hugronye
seorang Yahudi Belanda berhasil menipu umat Islam Aceh dengan berpura-pura
masuk Islam bahkan belajar ke tanah Arab dan mengawini anak seorang Kyai. Untuk
mengetahui strategi kelicikannya, Anda dapat membaca buku kumpulan surat dan
laporan resmi Snouck Hugronye kepada pemerintah kolonial Belanda. Isinya adalah
analisa tentang watak, keyakinan, dan pemikiran (ideologi) yang melandasi
perjuangan umat Islam.
Dari situ Snouck Hugronye memberikan saran strategi apa
yang harus ditempuh Belanda. Salah satunya adalah dengan menjauhkan Al-Qur’an
dari umat Islam. Caranya waktu itu, Al-Qur’an itu disakralkan dan saking
sakralnya tidak boleh diterjemahkan dalam bahasa lainnya. Maka terjadilah
pembodohan. Hanya segelintir kyai yang mengerti bahasa Arab saja yang memahami
Al-Qur’an. Inilah salah satu hal yang dikritik oleh Kartini sehingga
menyadarkan Kyai Sholeh Darat agar membuat terjemahan Qur’an dalam bahasa Jawa.
Senada dengan Belanda,
kolonial Inggris pun menempuh strategi yang sama. Inggris mengipasi munculnya
aliran-aliran dan organisasi sempalan dalam tubuh Umat Islam India, Pakistan
dan Bangladesh. Demikian pula ketika menjajah Mesir dan menguasai Palestina.
Perancis juga berbuat sama ketika menguasai Al-Jazair, Maroko, Tunisia dan
Libanon. Dan pada hari ini Mossad pun menempuh strategi yang sama. Tinggal copy
paste saja. Masih ampuh kok. Dengan banyaknya aliran-aliran ini, umat Islam mudah diadu domba. Paling tidak, kita
disibukkan dan banyak energi yang tersita untuk berdebat dan berpolemik dengan
saudara kita sendiri.
Maka apa yang kita saksikan
pada hari ini? Umat Islam saling mencela dan mengkafirkan. Bahkan umat Islam
saling bunuh membunuh saudaranya sendiri. Di Pakistan bahkan bom bunuh diri
ditujukan kepada sesama umat Islam yang sedang sholat Jum’at maupun sholat I’d.
Gerakan Islam saling mendengki dengan gerakan Islam lainnya. Partai Islam
saling memfitnah partai Islam lainnya (bahkan saling berpecah dalam
organisasinya sendiri).
Afalaa tatafakkaruun? (tidakkah kalian berfikir?) (Q.S.
Al-Baqarah : 44).